Polemik Ijazah Jokowi Belum Usai, Gibran Digugat Soal Ijazah: Diminta Bayar Ganti Rugi Rp125 Triliun!

- Kamis, 04 September 2025 | 07:15 WIB
Polemik Ijazah Jokowi Belum Usai, Gibran Digugat Soal Ijazah: Diminta Bayar Ganti Rugi Rp125 Triliun!

PARADAPOS.COM - Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) digugat ganti rugi senilai Rp 125 triliun.


Gugatan ini diajukan oleh seorang warga sipil bernama Subhan pada Jumat (29/8/2025).


“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” tulis isi petitum.


Lalu, apa saja fakta yang bergulir tentang gugatan terhadap Gibran ini? 


1. Persoalkan ijazah SMA


Subhan menjelaskan ia menggugat Gibran karena syarat pendidikan SMA anak sulung dari Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) itu tidak memenuhi syarat dalam pendaftaran calon wakil presiden (Cawapres) pada Pilpres lalu.


“Syarat menjadi Cawapres tidak terpenuhi. Gibran tidak pernah sekolah SMA sederajat yang diselenggarakan berdasarkan hukum RI,” ujar Subhan.


Berdasarkan informasi yang diunggah KPU pada laman infopemilu.kpu.go.id, Gibran diketahui menamatkan pendidikan setara SMA di dua tempat, yaitu Orchid Park Secondary School Singapore pada tahun 2002-2004 dan UTS Insearch Sydney, Australia pada tahun 2004-2007.


Subhan mengatakan, gugatannya ini merujuk pada definisi SLTA atau SMA yang disebutkan dalam UU Pemilu yang menurutnya merujuk pada sekolah di Indonesia.


Jadi, ia bersikukuh bahwa Cawapres Indonesia hanya boleh mengenyam pendidikan SLTA atau SMA di dalam negeri.


Dan hal itu, disebutnya sebagai syarat menjadi Cawapres Indonesia.


“Karena di UU Pemilu itu disyaratkan, presiden dan wakil presiden itu harus minimum tamat SLTA atau sederajat,” kata Subhan.


2. KPU dianggap tidak berwenang tentukan dua sekolah setara SMA


Tahu bahwa Gibran selama pendidikan setara SMA tidak di dalam negeri, Subhan menegaskan, KPU tidak berwenang untuk menentukan dua institusi tersebut setara dengan SMA di dalam negeri.


Menurutnya, meskipun institusi di luar negeri itu setara SMA, UU Pemilu saat ini tegas menyebutkan kalau syarat Presiden dan Wakil Presiden adalah tamatan SLTA, SMA, atau sederajat.


“Meski (institusi luar negeri) setara (SMA), di UU enggak mengamanatkan itu. Amanatnya tamat riwayat SLTA atau SMA, hanya itu,” kata Subhan.


“Ini pure hukum, ini kita uji di pengadilan. Apakah boleh KPU menafsirkan pendidikan sederajat dengan pendidikan di luar negeri,” lanjut dia.


3. Pernah gugat ke PTUN


Sebelum menggugat ke PN Jakarta Pusat, Subhan mengaku pernah melayangkan gugatan serupa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta.


Tapi, saat itu, gugatannya tidak diterima karena PTUN merasa sudah kehabisan waktu untuk memproses gugatan terkait pencalonan Gibran.


“Penetapan dismissal. Karena dari segi waktu PTUN Jakarta tidak lagi berwenang memeriksa sengketa berkaitan dengan surat penetapan KPU berkaitan dengan penetapan paslon capres cawapres makanya gugatan penggugat tidak diterima, begitu ya,” kata Presenter Kompas TV Frisca Clarissa saat membacakan penetapan PTUN yang ditunjukkan Subhan.


Halaman:

Komentar