Dugaan korupsi dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) terus menjadi sorotan publik yang mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera bertindak. Namun, hingga kini KPK belum juga memulai penyelidikan.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menilai langkah KPK yang menunggu laporan resmi sebagai tindakan yang "ngawur". Boyamin menyatakan bahwa KPK seharusnya tidak hanya duduk di belakang meja jika ingin disebut sebagai lembaga super body.
Boyamin menduga kuat adanya praktik mark-up dalam proyek Whoosh. Ia mempertanyakan alasan beralihnya proyek dari Jepang ke China, yang justru berujung pada biaya dan pinjaman yang lebih mahal. Menurutnya, proses pengambilan keputusan kerja sama dengan perusahaan China itu sendiri sudah berpotensi mengandung penyimpangan.
Selain dugaan mark-up, Boyamin juga menyoroti kemungkinan penyimpangan dalam pelaksanaan proyek. Ia mencontohkan penggunaan material timbunan di sepanjang jalur rel yang diduga tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan, seperti penggantian pasir dan batu dengan material lain yang lebih murah.
Boyamin menegaskan bahwa UU Pemberantasan Korupsi atau UU KPK tidak mensyaratkan keberadaan pelapor untuk memulai penyelidikan. KPK, menurutnya, seharusnya bisa aktif mencari dan menangani temuan korupsi seperti halnya Polri yang dapat menangani perkara berdasarkan temuan sendiri (laporan model A).
Artikel Terkait
Bupati Lamteng Ardito Wijaya Goda Wartawati Usai Jadi Tersangka KPK: Kronologi & Daftar 5 Tersangka
Aliran Dana Ratusan Juta ke Bareskrim Polri Terungkap di Sidang Suap CPO
Adik Mahfud MD Jadi Saksi Kunci: Ijazah S1 Palsu Unitomo Dijual Rp500 Ribu, Ini Modusnya
KPK Buka Peluang Panggil Plt Gubernur Riau SF Hariyanto, Terkait Kasus Korupsi Abdul Wahid