Ngaku Diminta Rp 10 Juta untuk Cabut Laporan, Ibu Lubuk Linggau Bawa Anak ke Barak Dedi Mulyadi

- Minggu, 22 Juni 2025 | 13:35 WIB
Ngaku Diminta Rp 10 Juta untuk Cabut Laporan, Ibu Lubuk Linggau Bawa Anak ke Barak Dedi Mulyadi


Perjuangan seorang ibu tunggal asal Lubuklinggau, Sumatera Selatan (Sumsel), bernama Dian, membuat haru warganet setelah kisahnya viral melalui tayangan kanal YouTube Kang Dedi Mulyadi Channel.

Dengan penuh harapan, Dian datang jauh-jauh ke kediaman Gubernur Jawa Barat tersebut guna membawa satu tujuan besar: menyelamatkan anaknya, Rehan (19), dari jerat kecanduan narkoba.

Kisah Dian bukan sekadar cerita biasa.

Sebagai ibu tunggal yang membesarkan empat anak seorang diri setelah 20 tahun rumah tangga yang ia jalani kandas.

Dian telah berjuang habis-habisan demi menyelamatkan anaknya dari lingkaran gelap narkotika.

Bermodal penghasilan dari berjualan di kantin rumah sakit, Dian nyaris kehilangan segalanya ketika Rehan terjerumus dalam kecanduan sabu sejak duduk di bangku SMP.

Air mata Dian tumpah ketika menceritakan awal mula anaknya mengenal sabu.

Rehan yang masih polos kala itu hanya mengaku mengikuti ajakan teman sebaya.

“Katanya buat nahan lapar waktu puasa, saya kira rokok biasa. Pakainya dari botol,” cerita Rehan dengan suara lirih.

Namun candu itu terus membelenggunya.

Meski sudah dua kali menjalani rehabilitasi di BNN Silampari, Lubuklinggau, Rehan tetap sulit lepas dari pengaruh narkoba.


Jalan terakhir yang Dian pilih adalah membawa anaknya ke barak militer milik Dedi Mulyadi, demi mendapat pembinaan mental dan disiplin ketat.

Namun perjuangan Dian bukan tanpa luka.

Dalam proses panjang menyelamatkan anaknya, Dian mengaku pernah mengalami pengalaman pahit.

Salah satu konselor tempat rehabilitasi justru diduga terlibat penyalahgunaan narkoba.

Merasa dikhianati, Dian berinisiatif membuat laporan delik aduan dengan didampingi salah satu pegawai Dinas Sosial.

Awalnya, pegawai Dinsos tersebut berjanji akan membantu proses hukum itu tanpa memungut biaya sepeser pun. Tapi kenyataan berkata lain.

Setelah laporan berjalan dan anaknya ditangkap, Dian justru diminta membayar Rp10 juta untuk mencabut laporan di polisi.

Setelah negosiasi, akhirnya angka tersebut turun menjadi Rp5 juta. Tapi angka itu tetap terlalu besar bagi Dian, yang hidup dari hasil jualan sederhana.

“Saya cuma mau anak saya sembuh. Kenapa jadi begini? Saya bingung harus bagaimana lagi,” kata Dian dengan suara bergetar.

Beban berat itu tak membuat Dian menyerah.

Meski nyaris putus asa, cinta seorang ibu membuatnya terus berjuang.

Dengan penuh keberanian, Dian datang sendiri ke kediaman Dedi Mulyadi, berharap bantuan dan jalan keluar yang lebih manusiawi.

Dedi Mulyadi sendiri terkejut mendengar kisah itu.

Ia tak menyangka ada anak muda dari keluarga sederhana bisa terjerumus narkoba sedini itu, dan bagaimana sang ibu berjuang sendiri dalam keterbatasan ekonomi.

Dedi pun berjanji akan membantu proses pendaftaran Rehan ke barak militer agar bisa mendapat pembinaan yang lebih baik dan disiplin ketat.

Kisah Dian dan Rehan bukan hanya menggambarkan perjuangan seorang ibu menyelamatkan anaknya, tetapi juga potret gelap carut-marutnya proses rehabilitasi narkoba di Indonesia, mulai dari lemahnya pengawasan lembaga hingga oknum-oknum yang memanfaatkan situasi untuk meraup keuntungan pribadi.

Di tengah kondisi itu, perjuangan Dian menjadi simbol perjuangan seorang ibu tanpa batas melawan narkoba, korupsi moral, dan ketidakadilan sosial.

Kisah ini bukan sekadar cerita personal seorang ibu berjuang menyelamatkan anaknya, melainkan potret nyata betapa rumitnya upaya memberantas narkotika di Indonesia.

Perjuangan Dian menjadi cambuk bagi semua pihak, mulai dari keluarga, lingkungan, lembaga rehabilitasi, hingga aparat penegak hukum agar lebih serius, jujur, dan berani dalam menyelamatkan generasi muda dari ancaman narkoba.

Tidak cukup hanya slogan dan kampanye, dibutuhkan sistem yang bersih, transparan, serta pengawasan ketat agar proses rehabilitasi benar-benar menjadi jalan keluar, bukan justru menjadi ladang permainan bagi oknum-oknum tak bertanggung jawab.

Kasus pungutan liar yang dialami Dian memperlihatkan adanya celah yang dimanfaatkan pihak-pihak tak bermoral di tengah penderitaan keluarga korban.

Jika hal ini terus dibiarkan, maka upaya melawan narkoba hanya akan jadi formalitas tanpa hasil nyata.

Kisah Dian harus menjadi momentum refleksi bersama, bahwa perang melawan narkoba bukan hanya tugas aparat atau lembaga tertentu, tapi juga panggilan nurani semua pihak untuk menyelamatkan masa depan anak-anak Indonesia.

Sumber: suara
Foto: Ibu asal Lubuk Linggau mendatangi Dedi Mulyadi

Komentar