Temui SBY, Manuver Gibran Redakan Pemakzulan Dirinya dan Adili Bapaknya?

- Rabu, 10 September 2025 | 13:40 WIB
Temui SBY, Manuver Gibran Redakan Pemakzulan Dirinya dan Adili Bapaknya?


Temui SBY, Manuver Gibran Redakan Pemakzulan Dirinya dan Adili Bapaknya?


Silaturahmi politik kerap dikemas manis sebagai “etiket bangsa”, padahal lebih sering hanyalah upaya membungkus ketakutan. 


Manuver Gibran Rakabuming Raka—dari sowan ke Try Sutrisno hingga menjejakkan kaki di Cikeas menemui Susilo Bambang Yudhoyono—tak lebih dari strategi bertahan hidup. 


Ia bukan gerakan tulus membangun persatuan, melainkan upaya memadamkan bara yang kian membakar: isu pemazulan Gibran dan tuntutan untuk mengadili Jokowi.


Politik Ketakutan, Bukan Keberanian


Gibran membaca peta politik hari ini: dirinya adalah wakil presiden produk rekayasa hukum, lahir dari pintu darurat yang dibuka paksa oleh Mahkamah Konstitusi. 


Legitimasi moralnya rapuh, bahkan sebelum ia benar-benar duduk di kursi. 


Silaturahmi yang dilakukannya adalah bentuk pengakuan bahwa tanpa sandaran tokoh-tokoh besar, ia bisa dengan mudah menjadi korban pemazulan.


Lebih jauh, setiap langkah Gibran adalah bayangan dari dosa politik Jokowi. Publik tidak lupa bagaimana kekuasaan dipelintir demi melanggengkan dinasti. 


Karena itu, tuntutan “adili Jokowi” bukan lagi sekadar wacana akademis, melainkan suara yang muncul dari kesadaran rakyat bahwa demokrasi telah dijual murah di era kepemimpinannya.


17 8: Pesan Kemerdekaan yang Tersumbat


Pesan yang tersirat dari 17 8—17 Agustus yang seharusnya menjadi tonggak kemerdekaan—adalah seruan untuk membebaskan bangsa dari cengkeraman dinasti politik. 


Kemerdekaan hari ini justru ternoda karena seorang presiden menjadikan negara sebagai perusahaan keluarga. 

Halaman:

Komentar