Kabar duka datang dari kalangan pegiat hukum dan hak asasi manusia (HAM) Indonesia. Johnson Panjaitan, seorang pengacara dan aktivis HAM ternama, telah meninggal dunia. Ia dikenal luas sebagai pembela yang lantang untuk rakyat kecil dan korban pelanggaran keadilan, sehingga kepergiannya meninggalkan duka yang mendalam bagi banyak kalangan, terutama para aktivis dan rekan seperjuangannya.
Bagi generasi aktivis era reformasi, nama Johnson Panjaitan bukan sekadar seorang pengacara. Ia adalah simbol keberanian dan keteguhan dalam melawan ketidakadilan. Salah satu momen bersejarah yang mengukir namanya adalah saat ia mendampingi para aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) dalam sidang kasus subversif pada tahun 1996-1997.
Kehadiran Johnson Panjaitan di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan selalu menciptakan suasana yang tegang. Konon, para jaksa dari Kejaksaan Agung sering terlihat gugup dan bahkan kerap mendatangi sel tahanan hanya untuk bertanya, "Apakah Johnson Panjaitan mendampingi hari ini?" Jawaban "ya" saja konon sudah cukup untuk membuat wajah mereka pucat.
Di dalam ruang sidang, Johnson dikenal dengan suaranya yang menggelegar. Ia tidak segan menyanggah argumen jaksa, memotong pertanyaan yang dianggap menyesatkan, dan berdebat dengan hakim. Bahkan usai sidang, ia kerap mendatangi meja jaksa dan menegur mereka dengan nada tinggi, membuat para jaksa yang biasanya garang hanya bisa duduk diam. Bagi Johnson, ruang sidang adalah panggung moral untuk menegakkan kebenaran.
Artikel Terkait
Ulama Minta Menag Pecat Ainul Yakin, Diduga Ancam Gorok Leher Orang
Mahfud MD: Soeharto Layak Jadi Pahlawan Nasional, Tapi Ini Syarat yang Masih Diperdebatkan
50 Tahun, Korban Tewas Tertimpa Pohon Tumbang di Tengah Hujan Deras
36 Pendaki Ilegal Dihukum Berat: Ini Konsekuensi yang Mereka Terima!