Seruan "Beli Hutan" Warganet: Cermin Keputusasaan Rakyat Atas Kerusakan Ekologis
Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Provinsi Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatera Utara telah menorehkan duka mendalam. Lebih dari 900 orang meninggal dunia dan sekitar 300 lainnya masih dinyatakan hilang. Kerugian material, ekologis, dan infrastruktur diperkirakan mencapai puluhan triliun rupiah, dengan biaya evakuasi dan rekonstruksi yang bisa membengkak hingga ratusan triliun.
Bencana skala besar ini dinilai banyak pihak sebagai dampak langsung dari kerusakan ekosistem hutan dan lingkungan di wilayah terdampak. Degradasi hutan yang parah dianggap telah mengubah kawasan yang seharusnya menjadi pelindung, menjadi pemicu bencana ekologis yang mematikan.
Kerusakan Hutan Sudah pada Titik Mengkhawatirkan
Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PKS, Riyono Caping, menyatakan keprihatinan mendalam. Menurutnya, kondisi lahan hutan saat ini sudah sangat memprihatinkan.
"Lahan hutan sudah seperti lapangan sepak bola yang bisa dipermainkan oleh siapa saja. Faktanya, hutan kita berubah dari pelindung manusia menjadi monster dan ancaman bencana yang mematikan manusia," ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis, 11 Desember 2025.
Makna di Balik Seruan "Beli Hutan" di Media Sosial
Riyono menyoroti tren seruan "beli hutan" yang viral di media sosial. Gerakan ini, menurutnya, adalah bentuk sindiran keras sekaligus gambaran nyata ketidakpercayaan publik terhadap pengelolaan hutan oleh para pemangku kepentingan, baik di sektor kehutanan maupun lingkungan hidup.
Seruan tersebut merefleksikan keputusasaan masyarakat menyaksikan kerusakan hutan parah yang diduga menjadi penyebab utama bencana di Aceh dan Sumatera.
Artikel Terkait
Klaim Rismon Sianipar: Kasmudjo Tidak Kenal Jokowi Sama Sekali, Ini Kronologi Lengkapnya
Sjafrie Sjamsoeddin Bukan New Luhut: Analisis Perbedaan Kiprah dan Tupoksi Menteri Pertahanan
Keluarga Bantah Klaim Restu KH Maruf Amin untuk Zulfa Mustofa: Konflik Pj Ketum PBNU Memanas
Mahfud MD: Tuntutan Pecat Pejabat Pasca Bencana Sumatera Dinilai Tidak Relevan