Arifki juga mengingatkan bahwa fenomena "wisata bencana" tidak sepenuhnya terlepas dari kosongnya ruang komunikasi pemerintah yang solid dan terkoordinasi. Ketika narasi resmi dari negara tidak hadir dengan kuat, ruang tersebut cenderung diisi oleh menteri secara individual sebagai bentuk menunjukkan kehadiran negara.
Masalah kemudian muncul ketika kehadiran itu dibarengi dengan produksi konten yang berlebihan, sehingga niat baik kehilangan legitimasi di mata publik. "Presiden seharusnya tidak terus-menerus dibebani urusan persepsi dan komunikasi. Jika kementerian dan lembaga berwenang tidak menjalankan fungsi komunikasi secara maksimal, seluruh sentimen negatif akan bermuara ke presiden," tegas Arifki.
Pernyataan Asli Presiden Prabowo Subianto
Sebelumnya, dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara pada Senin, 15 Desember 2025, Presiden Prabowo Subianto melontarkan peringatan keras. Ia menegaskan bahwa kunjungan ke daerah terdampak bencana tidak boleh sekadar menjadi ajang foto-foto atau pencitraan diri.
"Saya mohon, jangan pejabat-pejabat, tokoh-tokoh datang ke daerah bencana hanya untuk foto-foto dan untuk dianggap hadir. Kami tidak mau ada budaya wisata bencana," ujar Prabowo dengan tegas.
Pernyataan ini semakin mengukuhkan komitmen pemerintah untuk memfokuskan penanganan bencana pada substansi pekerjaan, bukan pada pencitraan atau pembangunan citra politik di saat masyarakat sedang berduka.
Artikel Terkait
Said Didu Peringatkan Prabowo Soal Kudeta Sunyi & Sindir Aturan Kapolri Listyo Sigit
Presiden Prabowo Larang Pejabat Wisata Bencana: Teguran Keras di Sidang Kabinet
Pembalakan Liar Sumatera: Desakan Usut Aktor Intelektual Pemicu Banjir Bandang
Perpol 10/2025: Aturan Kapolri Izinkan Polisi Aktif Duduki Jabatan Sipil Dikritik Langgar Putusan MK