PARADAPOS.COM - Demonstrasi bertajuk Indonesia Gelap yang menjadi trending topic di media sosial X sejak Senin, 17 Februari 2025 tak lepas dari dukungan para intelektual di kampus-kampus, satu di antaranya pengajar Universitas Gadjah Mada.
Sejumlah dosen UGM menyatakan dukungannya terhadap demonstrasi itu dengan cara turun langsung, terlibat aktif dalam konsolidasi mahasiswa, dan mengganti jadwal kuliah dengan cara yang kreatif.
Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan kelompok masyarakat sipil di berbagai wilayah di Indonesia gencar menggelar demonstrasi Indonesia Gelap.
Di Yogyakarta, demonstrasi yang melibatkan ribuan pengunjuk rasa bertajuk "Aliansi Jogja Memanggil” berlangsung pada Kamis, 20 Februari 2025.
Matahari yang terik di atas kepala siang itu. Dosen Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Diah Kusumaningrum hari itu tak mengajar di kelas. Ia berdiri bersama ribuan mahasiswa dan aktivis.
Dikei, sapaan akrabnya, siang itu mengenakan setelan kaus dan celana berkelir hitam dan sepatu kets.
Diapit tali rafia berwarna kuning, Dikei berjalan dalam kerumunan sepanjang hampir dua kilometer dari Taman Parkir Abu Bakar Ali, kawasan Malioboro, dan berakhir di Titik Nol. Satu barisan dengan Dikei, terlihat sejumlah dosen Fisipol UGM.
Unjuk rasa Indonesia gelap menyoroti berbagai permasalahan dalam pemerintahan era Presiden Prabowo Subianto-Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Indonesia Gelap dimaknai sebagai ketakutan warga Indonesia terhadap nasib masa depan bangsa.
Demonstran menolak pemotongan anggaran pendidikan, mengkritik program Makan Bergizi Gratis, kelangkaan gas elpiji 3 kilogram, dan dwi fungsi ABRI.
Nama Dikei tak asing bagi sebagian mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik atau Fisipol UGM. Ini bukan kali pertama Dikei turun aksi dalam demonstrasi mahasiswa.
Peraih Global South Feminist Award, penghargaan yang diberikan kepada akademisi yang berkontribusi dalam kajian feminis dan gender itu sebelumnya aktif terlibat dalam berbagai demonstrasi mahasiswa.
Dikei menyatakan mendukung sepenuhnya gerakan mahasiswa sebagai bagian dari menjaga civic duty (tugas kewargaan) dalam konteks demokrasi.
Tugas warga negara tidak berhenti di bilik suara saat pemilu, tetapi berlanjut hingga mengawal dan mengawasi kebijakan pemerintah.
Diah juga punya catatan terhadap kepemimpinan Prabowo-Gibran yang kental dengan militeristik.
“Mengingatkan pada rezim Orde Baru yang sangat buruk,” kata dia ditemui seusai demonstrasi Kamis 20 Februari 2025.
Ia pernah turun berunjuk rasa dalam Gerakan Gejayan Memanggil di Yogyakarta pada September 2019 dan mendukung mahasiswanya.
Meski rektor UGM menyerukan agar sivitas akademika menolak aksi tersebut, tapi Dikei tetap berada satu barisan dengan mahasiswa.
Dukungan dosen terhadap mahasiswa saat itu bermacam-macam, di antaranya menyebarkan poster di sosial media.
Ada juga yang memindahkan kuliah mahasiswa di jam lain. Ada pula yang membatalkan kelas dengan memberi tugas khusus. Kali ini, dukungan yang sama juga bermunculan kembali.
Artikel Terkait
Budi Arie & Projo Disarankan Gabung PSI, Bukan Gerindra: Analisis Lengkap
Budi Arie Setiadi Pilih Gerindra, Tanda Jauh dari Jokowi? Ini Kata Pengamat
Elektabilitas Gerindra Anjlok? Analisis Dampak Masuknya Budi Arie & Projo
Rumah Pensiun Jokowi di Karanganyar: Nilainya Tembus Rp200 Miliar?