PARADAPOS.COM - Dinamika politik nasional kembali memanas setelah pengamat politik M. Rizal Fadillah melontarkan label keras "penjahat bangsa" kepada Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Tuduhan ini memicu perdebatan luas dan menyoroti keresahan publik mengenai etika dan praktik kekuasaan saat ini.
Sorotan tidak lagi sebatas kebijakan, melainkan sudah menyentuh ranah hukum dan moralitas yang dianggap telah jauh menyimpang dari semangat demokrasi.
Sorotan Tajam terhadap Presiden Jokowi
Kritik terhadap Presiden Jokowi mencakup berbagai isu serius, salah satunya adalah dugaan korupsi sistematis.
Selain kasus yang menjerat para menterinya, kebijakan seperti alokasi anggaran pandemi dan komisi pinjaman luar negeri dinilai membuka ruang bagi praktik oligarki yang mengaburkan batas antara pemerintah dan kepentingan bisnis.
Persoalan hak asasi manusia juga menjadi sorotan tajam, dengan serangkaian tragedi yang belum tuntas.
Peristiwa seperti tewasnya petugas Pemilu, insiden KM 50, dan tragedi Kanjuruhan terus dipertanyakan publik yang menuntut penegakan hukum transparan.
Isu politik dinasti memperburuk persepsi publik, terutama setelah rekayasa hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) yang memuluskan jalan bagi Gibran menjadi wakil presiden.
Langkah ini dianggap sebagai praktik nepotisme yang terang-terangan dan berpotensi melanggar UU Penyelenggaraan Negara yang bersih dari KKN.
Kritik untuk Wakil Presiden Gibran
Sebagai bagian dari lingkaran kekuasaan, Gibran Rakabuming Raka juga tidak luput dari kritik tajam.
Legitimasi konstitusionalnya sebagai wakil presiden dipertanyakan setelah Putusan MK Nomor 90, yang dianggap cacat hukum dan memicu polemik.
Selain itu, integritas moral Gibran juga diuji dengan adanya dugaan keterlibatan dalam kasus akun "fufufafa" yang bermuatan konten pornografi.
Di sisi lain, isu pemalsuan ijazah yang meragukan keabsahan riwayat pendidikannya semakin menambah gelombang ketidakpercayaan publik.
Tuntutan Publik Mengeras
Berbagai kontroversi ini membuat tuntutan publik semakin mengeras.
Jika awalnya hanya berupa desakan agar Jokowi diadili dan Gibran dimakzulkan, kini narasi tersebut telah berubah menjadi seruan lebih tegas, yaitu "Tangkap dan adili Jokowi serta Gibran."
Label "penjahat bangsa" dianggap merefleksikan keyakinan publik bahwa keduanya telah mengkhianati amanah rakyat dan merusak prinsip demokrasi.
Tuntutan ini menjadi alarm keras bagi negara untuk menegakkan keadilan tanpa pandang bulu, jika tidak ingin jurang ketidakpercayaan dengan rakyat semakin dalam.
Sumber: PorosJakarta
Artikel Terkait
Dokter Tifa Ragukan Ijazah SMP Gibran: Indonesia Punya Wapres Lulusan SD
Diisukan Orangnya Luhut, Video Menkeu Purbaya Mengaku Orangnya Hatta Rajasa Kembali Mencuat!
MBG Program Mulia, tapi Dilaksanakan Amburadul
Nasdem Minta Gibran Ngantor di Ibu Kota Politik