Inkonsistensi Kebijakan Jokowi di Proyek Kereta Cepat Whoosh Diduga Buka Ruang Korupsi
Aktivis dan akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, mengkritik keras pola inkonsistensi kebijakan pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sorotan utama kritik ini tertuju pada pengelolaan proyek-proyek strategis nasional, salah satunya adalah proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) Whoosh.
Pola Klaim B2B yang Berujung pada Perubahan Kebijakan
Ubedilah mengungkapkan sebuah pola yang konsisten terjadi. Berbagai proyek strategis, termasuk kereta cepat Whoosh, selalu diawali dengan klaim bahwa proyek akan dilaksanakan melalui skema business to business (B2B) dan tidak akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, dalam perjalanannya, klaim ini seringkali berubah.
"Tapi apa yang terjadi? Kan kemudian berubah," ujar Ubedilah dalam sebuah diskusi seperti dikutip dari kanal YouTube Abraham Samad.
Perpindahan Proyek Kereta Cepat dari Jepang ke China
Sebagai bukti nyata, Ubedilah mencontohkan perpindahan pengelolaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Awalnya, proyek ini akan digarap oleh Jepang. Namun, situasi berubah drastis setelah Presiden Jokowi melakukan pertemuan dengan pemimpin China, Xi Jinping. Proyek strategis ini pun akhirnya diambil alih oleh China.
Artikel Terkait
Said Didu Bongkar Fakta Whoosh: Bukan untuk Rakyat, Tapi Proyek Komersial yang Rugikan Negara
Figur Pesantren Jadi Andalan Prabowo untuk Pimpin Gerindra Jatim, Siapa Calonnya?
Isu Ijazah Gibran Dinilai Upaya Pemakzulan, Koalisi Prabowo-Gibran: Arahnya Sudah Jelas!
GibranKu Institute Gelar Dialog Publik: Kunci Kepemimpinan Inklusif Menuju Indonesia Emas 2045