Sayangnya, itu tak masuk dalam agenda Presiden Prabowo. Yang ada justru pidato bombastis tanpa tindak lanjut.
"Tindak lanjut yang bisa diuji dan diukur keberhasilannya lebih penting daripada sekadar retorika," tegasnya.
Senada dengan Zaenur, Ketua IM57 Institute, Lakso Anindito, meminta Prabowo menunjukkan komitmen nyata.
Menurutnya, pemenjaraan hanya satu bagian dari pemberantasan korupsi. Ada hal yang lebih fundamental yang harus dibenahi.
"RUU Perampasan Aset sangat penting, tapi hingga kini belum terealisasi," kata Lakso.
Tak hanya regulasi, Prabowo juga harus segera memulihkan independensi KPK.
"KPK adalah simbol reformasi yang hancur selama 10 tahun pemerintahan Jokowi. Jika bisa dipulihkan, kepercayaan publik akan ikut kembali," tegasnya.
Penjara di Pulau, Solusi atau Masalah Baru?
Pegiat antikorupsi Tibiko Zabar mengingatkan, penjara khusus di pulau terpencil bisa jadi blunder. Alih-alih menjerakan, justru semakin sulit diawasi.
"Lapas khusus koruptor sudah ada, tapi tetap jadi tempat istimewa. Berkali-kali ditemukan fasilitas mewah di dalamnya," katanya.
Oleh karena itu, sejumlah pengamat menilai solusinya ialah dengan memaksimalkan hukuman: penjara badan, pengembalian kerugian negara, pencabutan hak politik, dan pemiskinan koruptor. RUU Perampasan Aset harus segera dibahas dan disahkan.
Di sisi lain, pernyataan Prabowo soal koruptor terus berubah. Ia pernah mengatakan akan mengampuni koruptor asal mengembalikan uang.
Belakangan, muncul wacana abolisi atau amnesti bagi ribuan narapidana, termasuk koruptor.
"Pernyataan Prabowo inkonsisten dan bertolak belakang. Sulit melihat arah pemberantasan korupsinya," ujar Tibiko.
Menguji Komitmen Prabowo
Kasus korupsi tata niaga timah yang merugikan negara Rp300 triliun menjadi ujian pertama bagi pemerintahan Prabowo.
Pada Desember 2024, menurut Catatan Indonesia corruption Watch setidaknya 10 terdakwa menerima vonis jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa.
Prabowo memang meminta Kejaksaan Agung mengajukan banding. Namun, menurut ICW tanpa perbaikan sistem hukum, vonis ringan bagi koruptor akan terus terjadi.
Sayangnya, pemerintah tak melihat urgensi ini. RUU Perampasan Aset bahkan tak masuk dalam Prolegnas prioritas 2025.
Tanpa komitmen memperkuat hukum antikorupsi, ICW memprediksi jumlah kasus dan kerugian negara akibat korupsi akan terus meningkat. Sebab, tanpa hukuman yang menjerakan, korupsi akan terus berulang.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Dugaan Tambang Ilegal di Maluku Utara: Dampak Lingkungan & Desakan ke Satgas
Bripda Torino Tobo Dara Dijatuhi Patsus, Ini Penyebab Aniaya Siswa SPN Polda NTT
Denny Indrayana Gabung Tim Hukum Roy Suryo, Tolak Intimidasi Ijazah Palsu Jokowi
Ribka Tjiptaning Dipolisikan Soal Soeharto: Siap Adu Data dan Fakta