Ungkap Fakta Mengejutkan! Seksolog Mematahkan Asumsi Liar Tentang Fetish di Balik Kematian Diplomat Arya

- Rabu, 16 Juli 2025 | 08:40 WIB
Ungkap Fakta Mengejutkan! Seksolog Mematahkan Asumsi Liar Tentang Fetish di Balik Kematian Diplomat Arya




PARADAPOS.COM - Di tengah kabut misteri yang menyelimuti kematian tragis diplomat muda, Arya Daru Pangayunan, spekulasi liar mulai merebak di ruang publik digital.


Salah satu yang paling santer dibicarakan adalah kemungkinan adanya praktik autoerotic asphyxiation (AEA), sebuah aktivitas seksual menyimpang yang melibatkan pembatasan oksigen untuk mencapai kepuasan, yang berakhir fatal.


Namun, analisis tajam dari pakar seksologi Zoya Amirin dan kriminolog UI, Haniva Hasna, justru dengan tegas membantah teori ini. 


Dia menyebutnya tidak konsisten dan tidak didukung oleh bukti-bukti di tempat kejadian perkara (TKP).


Spekulasi ini muncul karena metode kematian yang tidak biasa. 


Namun, ketika para ahli membedah detailnya, teori "eksperimen pribadi yang gagal" ini justru runtuh. 


Ada sejumlah alasan kuat mengapa skenario ini sangat tidak mungkin terjadi.


1. Absennya "Paraphernalia" dan Bukti Aktivitas Seksual


Haniva menjelaskan bahwa sebuah skenario AEA akan selalu meninggalkan jejak spesifik. Jejak-jejak ini sama sekali tidak ditemukan di TKP kematian Arya.


"Kalau sampai netizen menyampaikan bahwa ini ada fetis-fetis tertentu, kita menemukan tidak di situ itu ada maaf, pelumas atau alat atau bahkan cairan tubuh. Karena ketika dia melakukan maaf masturbasi dengan cara seperti itu, berarti ada cairan tubuh yang tertinggal," ujar Haniva.


Selain itu, menurut Zoya Amirin parafernalia lain seperti materi pornografi yang relevan atau sex toys yang biasa digunakan dalam aktivitas semacam itu juga tidak dilaporkan keberadaannya. 


Absennya bukti-bukti pendukung ini menjadi pukulan telak pertama bagi teori fetish.


2. Lakban Industrial: Alat yang Salah untuk Skenario Fetish


Poin paling krusial yang mematahkan teori ini adalah pemilihan "alat". 


Pelaku AEA, yang pada dasarnya tidak mencari kematian, akan menggunakan material yang mudah dilepaskan dalam keadaan darurat.


"Lalu biasanya mereka akan menggunakan tali atau plastik yang mudah untuk dilepas. Sementara lakban ini adalah lakban yang sangat lengket sehingga tidak mungkin kalau dipakai untuk fetis tertentu karena kemungkinan dia gagal untuk melepas itu menjadi sangat-sangat besar dan ini menjadi sesuatu yang sangat-sangat misteri untuk kita semua," kata Haniva.


Lakban industrial yang ditemukan pada jasad Arya adalah alat yang dirancang untuk merekat dengan sangat kuat. 


Ini adalah pilihan yang sama sekali tidak logis bagi seseorang yang membutuhkan jalan keluar cepat jika eksperimennya melampaui batas aman.


3. Nihilnya Mekanisme "Self-Rescue"


Konsep fundamental dalam praktik AEA adalah adanya mekanisme penyelamatan diri atau self-rescue. 


Pelaku harus bisa membebaskan diri mereka sendiri. Hierarki dalam aktivitas ini juga menjadi pertimbangan penting.


"Kalau orang sudah bermain lakban, dia biasanya melalui tahapan ikatan dulu ya. Mulai ikatan yang simpel, yang halus, yang soft sampai ke lakban-lakban itu sudah hierarkinya sudah paling tinggi. Dan kalau sampai hierarki yang paling tinggi dia tidak punya self rescue ini terlalu aneh menurut saya. tidak konsisten," papar Zoya


Seseorang yang sudah mencapai tahap "bermain" dengan lakban industrial pasti sudah sangat berpengalaman dan akan memiliki sistem penyelamatan yang canggih.


Pertanyaan kunci yang belum terjawab menurut Zoya, "Tangannya dia itu dilakban apa enggak? Ke depan atau ke belakang?"


Jika tangan korban terikat atau tidak mampu menjangkau wajahnya untuk melepas lakban, maka konsep self-rescue sepenuhnya gugur. 


Ini lebih mengarah pada tindakan yang dilakukan oleh orang lain.


4. Metode yang Terlalu Ekstrem dan Tidak Lazim


Bahkan jika mengabaikan tiga poin sebelumnya, cara lakban membungkus wajah korban dinilai terlalu ekstrem untuk sebuah praktik AEA. 


Tujuan dari aktivitas ini adalah merasakan sensasi kekurangan oksigen, bukan memblokade total aliran udara hingga tewas seketika.


"Avaxiation itu dia mencari suasana-suasana antara momen antara mau matinya itu momen sesaknya... Tapi kalau ini udara pun biasanya dia hanya di sekitar hidung. Enggak mungkin sampai ketutup sepenuhnya. Minimal sampai saat ini saya belum pernah tahu ada kasus yang segitu fullnya," papar Zoya.


Kesimpulannya jelas. Dari perspektif seksologi, skenario kematian Arya Daru tidak sesuai dengan pola AEA. 


Kurangnya bukti pendukung, penggunaan alat yang tidak logis, absennya mekanisme penyelamatan diri, dan metode yang terlalu ekstrem secara kolektif membantah spekulasi liar tersebut.


"Versi seksolog kayaknya enggak mungkin deh. Kecuali ada data-data baru ya," tegas sang pakar.


Dengan terpatahkannya teori ini, fokus penyelidikan kembali mengarah pada dugaan yang jauh lebih mengerikan: sebuah pembunuhan berencana yang sengaja direkayasa agar terlihat seperti sesuatu yang lain.


Sumber: Suara

Komentar