Ada juga kasus korupsi PT Timah yang kerugian negara mencapai Rp 300 triliun.
“Kalau ditambahkan dengan kasus-kasus lain yang sudah terungkap, masuk akal untuk mengklaim bahwa kerugian negara akibat korupsi dalam satu dekade terakhir mencapai ribuan triliun rupiah,”
“Semua itu milik negara dan rakyat yang jika dikelola dengan benar akan menghadirkan manfaat yang sangat berarti bagi semua komunitas,” jelas Bambang.
Namun demikian politisi Partai Golkar itu berdalih pengesahan RUU Perampasan Aset harus menunggu pengesahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Menurutnya hal ini untuk menghindari potensi abuse of power aparat penegak hukum bisa diminimalisir atau dieliminasi oleh KUHP.
Padahal diketahui saat ini Indonesia saat membutuhkan uang tersebut. Mengingat saat ini utang RI akhir tahun 2024 adalah Rp 10.269 triliun.
Hal ini tentunya membuat pemerintah melakukan banyak efisiensi demi mengalihkan APBN ke hal lebih penting seperti makan bergizi gratis (MBG).
Apabila RUU Perampasan Aset disahkan, harta rampasan tersebut bisa saja digunakan untuk pemasukan sejumlah program dan kebijakan di Republik Indonesia.
Sebab dalam naskah akademik RUU Perampasan Aset yang dibuat tahun 2012 dijelaskan bahwa harta rampasan tindak pidana itu bisa disetorkan langsung ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak.
Nantinya penggunaan dana dari penerimaan negara bukan pajak dari hasil pengelolaan aset rampasan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sumber: Tribun
Artikel Terkait
Surya Darmadi Ingin Kembalikan Rp 10 Triliun ke Danantara, Ditepuk Kejagung: Kami Mendakwa Puluhan Triliun!
KPK Harus Usut Tuntas Kasus Korupsi Kereta Cepat! Ini Fakta dan Alasannya
Gugatan Ijazah Gibran Gagal Mediasi, Langsung Disidangkan Hari Ini
KPK Tantang Mahfud MD Bongkar Mark Up Proyek Kereta Cepat yang Diduga Tembus 3 Kali Lipat!