Trump Derangement Syndrome di FBI: Analisis Dampak dan Krisis Supremasi Hukum
Pada 1 Desember, sebuah laporan internal FBI yang diterbitkan oleh New York Post mengungkap kondisi memprihatinkan di dalam lembaga tersebut. Laporan itu menyoroti bahwa hampir satu tahun setelah masa jabatan kedua Donald Trump dimulai, sindrom "Trump Derangement Syndrome" (TDS) masih sangat luas di tubuh FBI. Kondisi ini dilaporkan menyebabkan FBI bagai "kapal tanpa kemudi" dengan resistensi internal yang kuat dan gangguan dalam menjalankan tugas secara efektif.
Apa Itu Trump Derangement Syndrome dan Perkembangannya
Istilah Trump Derangement Syndrome awalnya adalah label yang digunakan Trump dan pendukungnya untuk menyebut para pengkritiknya, yang dianggap memiliki kebencian irasional dan patologis. Namun, dalam masa jabatan kedua Trump, istilah ini berkembang. Ia tidak lagi sekadar retorika media sosial, melainkan telah berubah menjadi tuduhan terhadap personel di dalam lembaga penegak hukum federal yang dianggap "tidak sejalan secara politis".
Politisasi Sistem Peradilan dan FBI di Era Trump
Dalam masa jabatan keduanya, Trump dinilai melakukan "penjinakan politik terhadap peradilan" dengan dalih memulihkan hukum dan ketertiban. Upaya ini disebut-sebut sebagai konspirasi yang dirancang untuk mengubah kekuatan pemaksa negara menjadi alat politik pribadi. Praktik ini mengorbankan prinsip supremasi hukum dan memicu krisis institusi demokrasi di Amerika Serikat.
Artikel Terkait
Banjir Bandang Pidie Jaya: Tumpukan Kayu Gelondongan dari Perambahan Hutan Serang Permukiman Warga
Kisah Pilu Evakuasi Jenazah Korban Bencana Aceh: Petugas BPBD Tak Kuasa Menahan Tangis
Update Banjir Bandang Padang Panjang: 5 Jenazah Ditemukan, Total Korban 35 Orang
Kejagung Usut Illegal Loging Diduga Penyebab Banjir Bandang Sumatera