Mahasiswa Unila Tewas Diduga Disiksa Senior saat Diksar: Disuruh Jalan 15 Jam hingga Minum Spiritus

- Sabtu, 31 Mei 2025 | 04:05 WIB
Mahasiswa Unila Tewas Diduga Disiksa Senior saat Diksar: Disuruh Jalan 15 Jam hingga Minum Spiritus


PARADAPOS.COM - 
Pendidikan dan latihan dasar (diksar) yang dilakukan Unit Kegiatan Mahasiswa Ekonomi Pecinta Lingkungan (Mahepel) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung (FEB Unila), berujung maut.

Satu di antara peserta, yakni Pratama Wijaya Kusuma, meninggal dunia setelah mendapat berbagai siksaan dari seniornya.

Saat diksar, peserta disuruh jalan kaki 15 jam dan hanya diberi waktu istirahat 5 menit.

Menolak justru dapat hukuman, lelah malah disangka pura-pura lemah.

Korban yang fisiknya paling lemah, justru mendapat siksaan paling banyak dari seniornya.

Berikut rangkuman fakta kematian Pratama Wijaya, yang berujung aksi demonstrasi mahasiswa Unila:

Mahasiswa Demo Rektorat


Insiden meninggalnya Pratama membuat ratusan mahasiswa FEB Unila menggelar aksi unjuk rasa di depan Rektorat Unila pada Rabu (28/5/2025).

Dikutip dari Tribun Lampung, aksi ini menjadi wujud solidaritas atas meninggalnya Pratama.

Koordinator aksi, Zidan, menuturkan dugaan penyiksaan tersebut terjadi saat kegiatan diksar yang digelar pada 10-14 November 2024 lalu di Gunung Betung, Kabupaten Pesawaran.

Nahas, Pratama pun dinyatakan meninggal dunia pada 28 April 2025 lalu.

"Almarhum Pratama sejak mengikuti kegiatan sampai dengan bulan puasa tidak berdaya, hingga akhirnya 28 April 2025 beliau wafat," kata Zidan. 

Zidan menuturkan Pratama diduga disiksa dengan cara ditendang di bagian perut hingga dada.

Akibatnya, korban disebut mengalami pecah gendang setelah diduga disiksa oleh seniornya itu. 

Bahkan, Pratama disebut disiksa dengan cara disuruh meminum spiritus.

Disuruh Jalan 15 Jam, Diberi Istirahat cuma 5 Menit


Rekan Pratama yang turut ikut dalam diksar tersebut, Muhammad Arnando Al Faaris, juga mengaku mengalami penyiksaan serupa.

Faaris menuturkan selain dirinya dan Pratama, ada empat rekannya yang turut disiksa oleh senior saat mengikuti diksar.

Dia mengungkapkan awal mula siksaan diperolehnya ketika pada 11 November 2024  disuruh untuk membawa tas dengan beban berat.

"Kami dikumpulkan di Desa Talang Mulya, HP dan dompet dikumpulkan. Mulai kegiatan harus menyelesaikan dengan datang berenam dan pulang berenam," kata Faaris pada Kamis (29/5/2025).

Faaris menuturkan selanjutnya peserta diksar disuruh melakukan perjalanan selama 15 jam dengan istirahat minim.

Akibatnya, rekan Faaris sampai tidak kuat lagi berjalan dan sempat meminta kepada seniornya untuk beristirahat.

Namun, bukannya menyanggupi permintaan rekan Faris, senior tersebut justru menyuruh agar perjalanan tetap dilanjutkan dengan memberi tongkat.

"Tidak bisa pulang duluan atau istrahat panjang, istirahat hanya saja 5-30 menit. Jadi dalam perjalanan, teman saya kakinya sudah tidak kuat lagi karena membawa tas gunung yang berat."

"Bukannya beban dikurangi tapi malah kasih tongkat untuk berjalan," kata Faaris.

Faaris mengatakan dirinya dan rekannya akan disuruh push up sebanyak 25 kali jika tidak melanjutkan perjalanan.

Dia menyebut fisik Pratama adalah yang paling lemah dibanding rekan lainnya.

Hal tersebut dibuktikan dengan kaki Pratama yang terluka saat akan melepaskan sepatu.

Lalu, punggung Pratama juga berwarna merah diduga akibat membawa tas dengan beban terlalu berat.

"Kami juga harus bangun tenda dengan kayu ranting, kalau tidak hafal yel-yel akan dihukum push up lagi," tambahnya. 

Akibat fisiknya yang lemah, Pratama disebut oleh Faaris paling banyak disiksa oleh para seniornya.

"Panitia diksar bilang jangan berpura-pura lemah dan Pratama paling lemah yang paling banyak dapat penyiksaan," tutur Faaris. 

Kini, Faaris mengaku sudah keluar dari FEB Unila dan tengah mencoba mencari tempat kuliah lain.

Di sisi lain, dia berharap penyiksaan semacam ini tidak terjadi lagi  meski dirinya sudah tidak menempuh pendidikan di Unila.

Selain itu, dia juga mendesak agar UKM Mahepel di Unila dibekukan pasca insiden ini.

"Karena masalah ini pengkaderan menggantikan kekerasan fisik dan seharusnya tidak ada lagi. Tetapi alumni selalu ikut, diharapkan Mahepel dibekukan," tuturnya.

Dekan FEB Unila Ngaku Ada Kelalaian


Dekan FEB Unila, Nairobi, mengakui adanya kelalaian saat diksar sehingga membuat adanya mahasiswa yang tewas.

"Panitia dan pengurus menyadari terjadinya kelalaian pelaksanaan tersebut, dan memohon maaf kepada pihak yang dirugikan, saya terima mereka pada 12 Desember 2024," katanya.

Menurutnya, Dekanat pada 12 Desember 2024 melakukan sidang terhadap ketua dan pengurus Mahepel didampingi pembina Mahepel dari unsur alumni. Pihak Mahepel telah berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. 

Nairobi mengatakan para pengurus Mahepel telah meminta izin kepada Dekanat pada 14-17 November 2024 bahwa Mahepel melakukan diksar terhadap rekrutmen anggota baru sebanyak 6 orang. 

"Kami Dekanat mendapatkan laporan bahwa dalam Diksar salah seorang mahasiswa bernama MAF mengalami masalah pendengaran, juga isu pelatihan melampaui kewajaran terhadap fisik peserta," kata Nairobi. 

Nairobi menambahkan, panitia Diksar berjanji tidak akan mengulangi perbuatan tersebut dan maka mereka siap dibekukan organisasi, dan dibuat dalam surat pernyataan. 

"Kami dekanat memberikan hukuman Mahepel untuk membersihkan embung rusunawa," kata Nairobi. 

Sumber: wow

Komentar