Xi Jinping Didemosi PKC, Pengamat Geopolitik dan Intelijen: Pengaruh Politik Jokowi di Indonesia Runtuh

- Jumat, 13 Juni 2025 | 00:45 WIB
Xi Jinping Didemosi PKC, Pengamat Geopolitik dan Intelijen: Pengaruh Politik Jokowi di Indonesia Runtuh


Langit Beijing berubah muram pekan ini. Sebuah keputusan besar dan mengejutkan diumumkan secara resmi oleh Partai Komunis China (PKC): Xi Jinping, pemimpin paling kuat sejak era Mao Zedong, didemosi dari posisi sentral di struktur partai. Sebuah langkah politik dramatis yang belum pernah terjadi selama dua dekade terakhir.

Namun yang menarik, getarannya terasa hingga Jakarta. Pengamat geopolitik dan intelijen Amir Hamzah mengaitkan pergantian tersebut dengan nasib politik salah satu tokoh paling berpengaruh selama satu dekade terakhir: Joko Widodo alias Jokowi.

Menurut Amir Hamzah, turunnya Xi dari tampuk kekuasaan membawa konsekuensi serius, termasuk pada sisa-sisa kekuatan politik Jokowi yang masih bercokol di balik layar pemerintahan pasca-lengser.

“Jokowi itu sangat tergantung pada hubungan istimewanya dengan China, khususnya Xi Jinping. Ketika Xi jatuh, maka pengaruh politik Jokowi ikut kehilangan jangkar global. Kita bicara tentang efek geopolitik yang tidak main-main,” ujar Amir kepada wartawan, Kamis (12/6).

Selama dua periode kepemimpinannya, Jokowi menjadikan China sebagai mitra utama pembangunan nasional. Tak sedikit proyek strategis dibangun atas fondasi diplomasi pribadi Jokowi dan Xi.

Contoh paling nyata adalah Kereta Cepat Jakarta–Bandung, proyek infrastruktur paling kontroversial dan paling ambisius di era Jokowi. Proyek ini menjadi simbol betapa hubungan kedua pemimpin itu bukan sekadar diplomatik, melainkan aliansi strategis tingkat tinggi.

Tak hanya itu, pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) juga dirancang dengan kalkulasi kehadiran modal besar dari perusahaan-perusahaan China. Bahkan dalam sejumlah pertemuan tertutup, nama Xi Jinping kerap disebut sebagai “garansi politik” atas komitmen investasi tersebut.

“Proyek-proyek itu dibangun di atas jaringan Jokowi-Xi. Begitu Xi digulingkan, mitra bisnis dan elite baru di China bisa saja tidak lagi menganggap Jokowi sebagai jaminan,” kata Amir.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai presiden, Jokowi tetap berusaha menjaga pengaruhnya melalui manuver politik. Dari pengaruhnya terhadap penunjukan menteri, pengawalan proyek strategis, hingga pendekatan informal ke luar negeri. Namun, semua itu, menurut Amir, kini kehilangan pijakan kuat.

“Jokowi kehilangan satu kaki penting dalam strategi luar negerinya. Xi adalah pintu masuk Jokowi ke dunia internasional. Kini pintu itu tertutup.”

Jokowi juga kerap menggunakan relasi luar negeri—khususnya China—untuk menyeimbangkan tekanan dari dalam negeri, terutama dari elite-elite politik yang tidak satu kubu dengannya.

Amir menyebut bahwa selama ini, Jokowi menggunakan citra “berpengaruh secara global” sebagai pelindung terhadap tekanan politik domestik. Kini, citra itu mulai retak.

Dalam konteks pemerintahan saat ini, perhatian mulai beralih ke Presiden Prabowo Subianto. Sebagai pemimpin baru Indonesia, ia diprediksi akan segera membangun hubungan sendiri dengan elite baru di Beijing—tanpa keterlibatan Jokowi.

“Saya yakin Prabowo tak akan lewat jalur lama. Ia akan bangun saluran baru, diplomasi baru. China juga akan lebih terbuka pada pendekatan baru yang lebih pragmatis,” ujar Amir.

Ini artinya, Jokowi akan benar-benar kehilangan ruang di tataran internasional dan hanya tersisa jejaring domestik yang juga mulai goyah.

Momen Xi Jinping digulingkan ini menjadi penanda simbolik bahwa era geopolitik Jokowi telah selesai. Kebijakan luar negeri yang sangat condong ke China kini ditantang oleh realitas baru: ketidakpastian politik di Beijing dan bergesernya poros diplomasi Indonesia.

Meski beberapa kalangan menyebut Jokowi masih memiliki pengaruh politik di dalam negeri, Amir menegaskan bahwa pengaruh itu semakin melemah, terutama setelah Xi terdepak dari jabatannya.

“Ia masih dihormati, tapi bukan lagi pengendali. Di dalam negeri saja dia mulai disalip elite-elite baru, apalagi kalau jaringan globalnya ikut terputus.”

Beberapa tokoh politik bahkan mulai secara terbuka mengambil jarak dari proyek-proyek warisan Jokowi. “Kita bisa lihat, mulai banyak menteri atau elite yang menghindar dari proyek IKN. Mereka mulai realistis terhadap perubahan konstelasi global,” pungkas Amir.

Foto: Amir Hamzah (IST)

Komentar