PARADAPOS.COM - Kedatangan professor AS keturunan Yahudi Peter Berkowitz ke Indonesia tuai kontroversi. Berkowitz yang memberikan orasi ilmiah dalam sebuah acara pascasarjana di Universitas Indonesia, Sabtu (24/8/2025) dinilai pro terhadap Israel dan Zionis.
Hal itu terlihat dari pandangan acara pemikiran-pemikiran Berkowitz yang disampaikan kepada publik.
Sebut saja soal konflik di Jalur Gaza. Berkowitz sangat menyalahkan Hamas dalam insiden terrsebut.
Dalam sebuah artikel berjudul "Explaining Israel' Just War of Self-Defence to America" pada 27 Juli 2024 lalu, Berkowitz menilai Gedung Putih seharusnya secara konsisten dan tegas menyalahkan Hamas atas bencana kemanusiaan yang terjadi di Gaza.
"Pembantaian Hamas pada 7 Oktober, penculikan warga sipil, dan operasi militernya di dalam dan di Bawah kota-kota jelas melanggar hukum perang internasional," tulis artikelnya.
Berkowitz focus terhadap isu pelanggaran Hamas, tapi tidak melihat sebab musabah mengapa tragedi terjadi, termasuk soal pencaplokan dan penjajahan Israel terhadap bangsa Palestina.
"Pelanggaran hukum yang mengerikan ini adalah sumber bencana kemanusiaan di Gaza, yang dapat diakhiri Hamas kapan saja dengan berhenti berperang, membebaskan para sandera, dan menolak ambisinya untuk menghancurkan Israel," kata Berkowitz.
Berrkowitz dalam tulisan itu berpendapat Gaza adalah salah satu dari tujuh front dalam perang Iran melawan Israel.
"Gedung Putih seharusnya menjelaskan bahwa perang multi-front ini melawan negara Yahudi tidak berakhir dengan Israel."
Menurut Berkowitz, perang ini juga ditujukan kepada mitra-mitra Amerika di Teluk Arab dan pada akhirnya kepada Amerika Serikat, negara-negara demokrasi liberal, dan prinsip-prinsip mereka tentang kebebasan individu dan kesetaraan manusia.
"Saat Israel memasuki bulan ke-11 perang pertahanan diri melawan Iran dan proksinya, pemerintah berutang kepada rakyat Amerika untuk menjelaskan kepentingan Amerika, dan keadilan atas kemenangan Israel."
Di sebuah bukunya, Berkowitz menggambarkan bagaimana penggunaan hukum internasional sebagai senjata politik.
Laporan Goldstone, yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada September 2009, dan kontroversi armada kapal Gaza, yang meletus pada akhir Mei 2010, adalah contohnya.
Dalam kedua kasus tersebut, para pejabat PBB, pengacara terkemuka, dan diplomat mengemukakan argumen hukum yang lemah atau tidak dapat dipertahankan untuk mengutuk tindakan yang diambil oleh Israel dalam membela diri.
Dalam buku ini, Peter Berkowitz mengungkap penyalahgunaan hukum perang internasional ini dengan menyoroti asumsi-asumsi cacat.
Berkowitz menunjukkan bahwa Laporan Goldstone terlibat dalam pencarian fakta yang tidak dapat dipercaya dan salah menerapkan uji hukum relevan, meskipun misinya tidak memiliki landasan yang tepat dalam hukum internasional.
Ia menunjukkan bahwa argumen-argumen yang disajikan dalam kontroversi armada kapal Gaza untuk mengutuk blokade Israel atas Gaza sebagai tindakan yang melanggar hukum.
Dalam kedua kasus tersebut, menurut Bekowitz hasilnya adalah memberi penghargaan kepada teroris melalui sebuah pelanggaran berat terhadap hukum perang internasional.
Laporan itu sengaja menghapus perbedaan antara objek sipil dan militer dan menghukum negara-negara demokrasi liberal—khususnya Israel dan Amerika Serikat—yang menempatkan prajurit dan penduduk sipil mereka pada risiko yang lebih tinggi dalam upaya untuk berperang secara sah.
Berkowitz diketahui lahir dari keluarga Yahudi dan menghabiskan masa kecilnya di Deerfield, Illinoi.
Ia lulus dari Swarthmore College dengan gelar Bachelor of Arts dalam sastra Inggris pada tahun 1981 dengan pujian tinggi dan memperoleh gelar Master of Arts dalam filsafat dengan pujian dari Universitas Ibrani Yerusalem pada tahun 1985.
Ia kemudian menyelesaikan studi pascasarjana di Universitas Yale, menyelesaikan gelar Ph.D. dalam ilmu politik dengan pujian pada tahun 1987, dan memperoleh gelar Juris Doctor (J.D.) dari Sekolah Hukum Yale pada tahun 1990.
Peter Berkowitz adalah Peneliti Senior Tad dan Dianne Taube di Hoover Institution, Universitas Stanford.
Pada periode 2019-2021, beliau menjabat sebagai Direktur Staf Perencanaan Kebijakan Departemen Luar Negeri, dan penasihat senior untuk Menteri Luar Negeri.
Ia adalah penerima Bradley Prize tahun 2017. Berkowitz adalah kolumnis untuk RealClearPolitics. Ia menjabat sebagai direktur studi untuk The Public Interest Fellowship.
Banyak tulisan yang ditelurkannya seperti Constitutional Conservatism: Liberty, Self-Government, and Political Moderation (Hoover Institution Press, 2013); Israel and the Struggle over the International Laws of War (Hoover Institution Press, 2012); Virtue and the Making of Modern Liberalism (Princeton University Press, 1999); dan Nietzsche: Etika Seorang yang Tidak Bermoral (Harvard University Press, 1995).
Profesor Universitas Indonesia Heri Hermansyah mengaku kecolongan dengan kehadiran Peter Berkowitz. Pihak kampus tidak melakukan cek latar belakang terlebih dahulu.
"Kecolongan tidak melakukan background check, sama sekali gak kepikiran urusan Zionis," ujarnya, Ahad (24/8/2025).
Menurut Rektor UI, sederhananya, acara tersebut merupakan kegiatan induksi buat mahasiswa pascasajarna. UI menghadirkan akademisi dan alumni dari universitas terkemuka di dunia.
"Kita hadirkan akademisi Stanford University bidang soshum humanitarian dan alumni MIT bidang STEM untuk induksi research university bagi mahasiswa pasca," ujarnya.
"Dan (acara itu) bahkan ditambahkan pelepasan 285 dosen dan mahasiswa ekspedisi patriot supaya mahasiswa pascakita bisa berkontribusi nyata di tahun 2026 kelak di program patriot," katanya menambahkan.
UI, jelas Profesor Heri, menegaskan posisinya mendukung penuh kemerdekaan Palestina. "Palestina Merdeka !!!"
Sumber: Republika
Artikel Terkait
Bahlil Pastikan Mulai 2026 Beli LPG 3 Kg Pakai KTP
Dihujat Gegara Ikutan Joget di DPR Hingga Parodi DJ Sound Horeg, Eko Patrio Akhirnya Minta Maaf
Alasan Pratama Arhan Bisa Bercerai dari Azizah Salsha dalam Dua Sidang Diungkap PA Tigaraksa
Permohonan Pratama Arhan Ceraikan Azizah Salsha Dikabulkan, PA Tigaraksa Ungkap Alasannya