Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, menilai serbuan massa ke Gedung DPR yang berujung ricuh pada akhir Agustus 2025 merupakan simbol kegagalan pengelolaan politik di tahun pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Ray Rangkuti menyatakan bahwa peristiwa yang terjadi pada tanggal 27 hingga 30 Agustus itu adalah kali pertama dalam sejarah Republik Indonesia dimana gedung DPR didatangi secara massal oleh masyarakat. Menurutnya, aksi yang disertai dengan persekusi terhadap anggota dewan hingga penjarahan ini menunjukkan kemarahan publik yang sudah tidak lagi dapat tersalurkan melalui jalur politik yang normal.
Dalam sebuah diskusi publik bertajuk '1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran: Indonesia Emas atau Cemas?' di Jakarta, Ray menjelaskan bahwa gelombang protes tersebut adalah puncak dari akumulasi kekecewaan terhadap elite politik yang dinilai gagal menangkap aspirasi rakyat. Ia menambahkan, peristiwa ini tidak hanya mengindikasikan lemahnya komunikasi antara pemerintah dan masyarakat, tetapi juga mencerminkan kerapuhan institusi politik dalam merespons kritik dari publik.
Faktor lain yang turut memicu krisis politik ini, menurut Ray, adalah melemahnya fungsi oposisi. Ketika semua kekuatan politik berada di dalam lingkar kekuasaan, masyarakat kehilangan saluran aspirasi yang seharusnya berperan sebagai penyeimbang. Kondisi ini, katanya, mengingatkan pada era pemerintahan yang sentralistik dan tertutup terhadap kritik. "Ketika ruang oposisi melemah, rakyat tidak punya pilihan lain selain mengekspresikan kekecewaannya secara langsung di jalanan," pungkas Ray Rangkuti.
Sumber: suara.com
Artikel Terkait
Luhut Ditegur Warganet: Jangan Coba Atur Presiden Prabowo!
34 Pria Bugil Diamankan, Pesta Gay di Hotel Surabaya Terbongkar
97 WNI Kabur dari Perusahaan Scam Kamboja: Kisah Pemberontakan dan Jerat Penipuan Online
Polisi Gerebek Pesta Gay di Surabaya, Ini Kronologi Lengkap yang Berawal dari Laporan Warga