Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa pembangunan berbagai moda transportasi massal, seperti Kereta Cepat Whoosh, LRT, MRT, dan Kereta Bandara, merupakan investasi jangka panjang untuk mengatasi kemacetan parah di wilayah Jabodetabek dan Bandung. Menurutnya, fokus utama bukanlah mencari keuntungan finansial, melainkan keuntungan sosial dan pengurangan emisi karbon.
Kerugian Negara Akibat Kemacetan Mencapai Rp100 Triliun
Jokowi mengungkapkan bahwa kemacetan yang telah berlangsung puluhan tahun menyebabkan kerugian negara yang sangat besar. Di Jakarta saja, kerugian diperkirakan mencapai Rp 65 triliun per tahun. Sementara, jika mencakup wilayah Jabodetabek dan Bandung, angkanya melonjak menjadi lebih dari Rp 100 triliun per tahun.
Fokus pada Keuntungan Sosial, Bukan Laba
Prinsip dasar dari transportasi massal, menurut Jokowi, adalah sebagai layanan publik. Keberhasilan proyek ini tidak diukur dari laba rugi finansial, tetapi dari social return on investment, yang mencakup:
- Pengurangan emisi karbon.
- Peningkatan produktivitas masyarakat.
- Berkurangnya polusi udara.
- Waktu tempuh yang lebih cepat.
Subsidi yang diberikan kepada transportasi umum, seperti subsidi Rp 800 miliar per tahun untuk MRT dari Pemprov DKI, disebutnya sebagai bentuk investasi, bukan kerugian.
Dampak Positif dan Perubahan Perilaku
Jokowi mengakui bahwa mengalihkan masyarakat dari kendaraan pribadi ke transportasi umum bukanlah hal mudah. Namun, sejauh ini sudah ada kemajuan signifikan. MRT telah mengangkut 171 juta penumpang, sementara Kereta Cepat Whoosh telah melayani 12 juta penumpang sejak beroperasi.
Artikel Terkait
Viral Bendera Malaysia di Tenda Pengungsian Aceh: Fakta & Kontroversi
Foto Yunus Nusi di Kasino Singapura Viral, Warganet Kritik PSSI
Bahlil Klaim Listrik Aceh Pulih 97%, Warga Protes: Faktanya Masih 60% Gelap Gulita!
Kronologi Lengkap Mobil MBG Tabrak Siswa di Cilincing: Kecepatan 19,7 Km/Jam dan Sopir Salah Injak Pedal