Dalam kerusuhan terbaru, Sri Radjasa menuding Riza sebagai pendana utama, sementara pengendali lapangan berasal dari kelompok yang ia sebut sebagai “Geng Solo”, jaringan elite yang disebut memiliki pengalaman mengelola operasi senyap.
Narasi awal demonstrasi yang menyerukan penangkapan Presiden Jokowi dan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka disebut sengaja digeser ke isu DPR yang dianggap hedon dan tidak mewakili rakyat.
Menurut Sri Radjasa, ini adalah bentuk “begal demo”, pengalihan isu untuk menciptakan kekacauan terkontrol.
“Isu diubah, narasi digiring, dan kerusuhan pun tercipta,” pungkasnya.
Sri Radjasa mengaitkan kerusuhan dengan operasi garis dalam, sebuah taktik intelijen untuk mendelegitimasi pemerintahan dari dalam.
Ia bahkan menuding “orang-orang Jokowi” berada di balik skenario ini, dengan tujuan menggoyang stabilitas pemerintahan Prabowo sejak awal masa jabatan.
Jika benar kerusuhan ini merupakan bagian dari konflik elite, maka publik tengah menjadi korban dari perang politik tingkat tinggi.
Pemerintah dan aparat keamanan diharapkan segera memberikan klarifikasi dan menjamin transparansi agar tidak terjadi manipulasi opini publik yang merugikan demokrasi.
Sumber: SeputarCibubur
Artikel Terkait
Hassan Nasbi Kritik Pemerintah, Purbaya Jawab Menohok: Stabilitas Negara Baik-Baik Saja!
Menkeu Sri Mulyani Gempur Importir Thrifting Ilegal: Saya Akan Tangkap yang Bandel Duluan!
Said Didu Bentak KPU: Kalian Waras?! Hanya Teguran untuk Sewa Jet Pribadi Rp 90 Miliar
Jokowi di Balik Prabowo: Ancaman Nyata Demokrasi Indonesia di Ujung Tanduk