HRS Murka: Kalau Kejaksaan Tidak Segera Menangkap Silfester, Besok Kita Cari, Kita Tangkap Rame-Rame, Seret ke Jalan!

- Kamis, 11 September 2025 | 14:10 WIB
HRS Murka: Kalau Kejaksaan Tidak Segera Menangkap Silfester, Besok Kita Cari, Kita Tangkap Rame-Rame, Seret ke Jalan!




PARADAPOS.COM - HABIB RIZIEQ SHIHAB ultimatum KEJAKSAAN:


“Kalau Kejaksaan tidak segera menangkap Silfester Matunia, besok kita cari, kita tangkap rame-rame, seret di jalan!!”


“Ini ternaknya Jokowi sudah 6 tahun divonis 1,5 tahun penjara, sampai sekarang tidak ditangkap!”


👇👇


[VIDEO]



Silfester Matutina Diduga 'Bersembunyi' di Solo, Kejaksaan Didesak Bertindak!




PARADAPOS.COM - Penegakan hukum terhadap terpidana Silfester Matutina dalam kasus pencemaran nama baik Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla, sampai saat ini masih menjadi teka-teki.


Eksekusi Silfester Matutina mangkrak hingga lebih 6 tahun. 


Loyalis Jokowi yang juga menjabat sebagai mantan Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 tersebut, dijatuhi vonis 1,5 tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA) pada Mei 2019 silam. 


Politisi PDIP Mohamad Guntur Romli atau akrab disapa Gun Romli memberikan sindiran menohok tentang misteri keberadaan Silfester Matutina, yang konon dicari-cari Kejaksaan Agung sampai saat ini. 


Selain itu, Guntur Romli pun menerka-nerka Silfester sedang bersembunyi di Surakarta.


"Jangan-jangan Silfester Matutina ada di kawasan Sumber, Solo. Kalau memang begitu, kenapa Kejaksaan RI tidak bisa mengeksekusi?" tulis Gun Romli seperti dikutip dari Instagram resminya pada Selasa (10/9/2025).


Ia menegaskan, publik membutuhkan kejelasan dari persoalan yang menjerat Silfester. 


Sebelumnya, Gun Romli juga sempat membandingkan sikap Kejagung terhadap dua orang yang terjerat kasus hukum. 


Di satu sisi, Kejagung mengambil langkah gercep menetapkan eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) RINadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus korupsi. 


Namun, di sisi lainnya, sikap tegas kejaksaan justru bertolak belakang dengan penanganan kasus pencemaran nama baik yang menjerat Silfester Matutina.


Padahal, Silfester Matutina sudah melenggang bebas selama enam tahun. Namun, tak kunjung dieksekusi. 


"Nadiem yang kooperatif langsung ditahan, Silfester yang sudah enam tahun, Kejaksaan RI tidak berani eksekusi. Ada apa?" ujar Gun Romli seperti dikutip dari Instagramnya pada Kamis (4/9/2025). 


Di sisi lain, eks Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) RI sekaligus pakar telematikaRoy Suryo, menilai saat ini Silfester masih bisa 'terselamatkan' karena adanya situasi politik yang belakangan ini memanas. 


Kasus Lama yang Masih Membelit


Silfester Matutina bukan nama baru dalam kontroversi politik nasional. Ia terseret kasus penyebaran fitnah terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada 2017.


Dalam orasi politiknya saat itu, ia dianggap melontarkan tuduhan tidak berdasar yang mencemarkan nama baik.


Pengadilan tingkat pertama menjatuhkan vonis 1 tahun penjara. Namun, saat mengajukan kasasi, hukumannya justru diperberat menjadi 1,5 tahun penjara.


Meski putusan sudah berkekuatan hukum tetap, eksekusi terhadap Silfester hingga kini belum juga dilakukan.


Pada pertengahan Agustus 2025, Silfester sempat mengajukan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.


Namun, ia tidak menghadiri sidang dengan alasan sakit. Hakim menilai ketidakhadiran itu sebagai bentuk tidak serius dalam menggunakan hak hukumnya.


Akibatnya, permohonan PK tersebut dinyatakan gugur.


Kejaksaan Diuji Nyali Publik


Kasus Silfester kini menjadi ujian besar bagi Kejaksaan. 


Instruksi Jaksa Agung agar Kejari Jakarta Selatan segera melakukan eksekusi dinilai publik sebagai langkah tegas.


Namun, selama keberadaan Silfester belum ditemukan, muncul pertanyaan soal komitmen aparat dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu.


Pengamat hukum menilai, jika benar Silfester bersembunyi di Solo, maka aparat harus berani menelusuri dan menjemput paksa.


Transparansi dan kecepatan bertindak akan menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan publik terhadap institusi hukum.


Isu keberadaan Silfester di Solo juga sensitif secara politik. Kota Solo adalah tanah kelahiran Presiden Jokowi sekaligus basis kuat dukungan politiknya.


Dugaan bahwa seorang loyalis Jokowi berlindung di kota tersebut tentu bisa menimbulkan persepsi negatif.


Jika Kejaksaan tidak segera bertindak, bukan tidak mungkin publik menganggap ada perlakuan istimewa terhadap Silfester.


Hal ini dapat memperlebar jarak antara masyarakat dengan penegak hukum yang seharusnya bersikap netral dan adil.


Hilangnya Silfester Matutina membuka babak baru tarik-menarik antara hukum dan politik. Di satu sisi, ia adalah terpidana yang wajib dieksekusi.


Di sisi lain, dugaan keberadaannya di Solo membuat kasus ini kian sensitif karena bersinggungan dengan simbol politik nasional.


Masyarakat kini menunggu langkah nyata Kejaksaan dalam menangkap dan mengeksekusi Silfester.


Keterbukaan informasi serta keseriusan aparat akan menjadi pembeda: apakah hukum benar-benar ditegakkan untuk semua, atau justru kembali tunduk pada kekuasaan.


SumberHukamaNews

Komentar