Lebih lanjut, Frederik menilai bahwa penempatan TNI di ranah sipil berisiko menciptakan kegelisahan sosial.
Ia mencermati munculnya keresahan masyarakat terhadap kehadiran militer di ruang-ruang publik non-pertahanan.
Yang bisa menimbulkan suasana psikologis penuh ketakutan, dan bahkan berdampak pada iklim ekonomi.
“Situasi sosial bisa ikut terpengaruh. Masyarakat bertanya-tanya, ada apa sebenarnya? Kenapa TNI masuk ke kejaksaan? Ini bisa menciptakan ketegangan yang mengganggu kestabilan, termasuk di sektor perdagangan yang kini sudah mulai lesu,” jelasnya.
Sementara itu, pemerintah diketahui tengah merancang pembentukan 100 batalyon TNI baru, yang secara logika membutuhkan tambahan besar personel militer.
Namun Frederik mempertanyakan konsistensi arah kebijakan tersebut.
“Baru saja kita bicara soal kebutuhan batalyon dan kekurangan personel, tapi di sisi lain justru mengalihkan anggota ke kantor-kantor sipil. Ini seperti menghamburkan sumber daya yang seharusnya difokuskan pada tugas pokok TNI. Jangan sampai ini jadi kebijakan tambal sulam yang justru menimbulkan kontroversi baru,” tegasnya.
Sinergitas Antar Lembaga Penting
Ia menambahkan bahwa semangat sinergi antar lembaga negara tentu penting, namun bentuknya tidak boleh melanggar batas fungsi institusional.
Kehadiran militer di lingkungan kejaksaan, menurutnya, harus sangat terbatas, berbasis kebutuhan konkret, dan dalam koridor hukum yang ketat.
“Penguatan Kejaksaan bisa dilakukan tanpa menghadirkan potensi bias kewenangan. Kewibawaan lembaga harus dibangun dari integritas dan profesionalisme, bukan pengawalan bersenjata. Membangun Kejaksaan yang kuat bisa dilakukan dengan memperkuat sistem keamanan internal, teknologi, serta integritas aparatnya. Bukan dengan mengimpor personel dari lembaga militer,” tegas Frederik.
Sebagai mantan perwira tinggi Polri yang lama bergelut di dunia penegakan hukum.
Frederik menekankan bahwa dalam kondisi normal, supremasi sipil harus tetap menjadi prinsip utama tata kelola negara demokratis.
Frederik menyerukan agar revisi UU TNI jangan dijadikan pintu masuk untuk melemahkan prinsip-prinsip reformasi dan demokrasi.
Yang telah dibangun dengan susah payah selama dua dekade terakhir.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Kejagung Geledah Ditjen Bea Cukai, Buktikan Pejabat Ini Berbohong ke Publik!
Siapa yang Berhak Tentukan Tersangka Korupsi Kuota Haji Rp 1 Triliun?
Marcella Santoso Didakwa Cuci Uang Rp 52,5 M, Tak Hanya Suap Tapi Terkait Vonis Lepas Ekspor CPO
Polri Hanya Beri Sanksi Etik ke 4 Personelnya yang Terlibat Penyelundupan Narkoba, Kok Bisa?