PARADAPOS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan fakta mengejutkan, sejumlah biro travel yang tidak terdaftar sebagai Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) ternyata tetap bisa mendapatkan kuota tambahan haji khusus dan memberangkatkan jemaah.
"Ditemukan fakta-fakta lain bahwa ada biro-biro travel yang tidak terdaftar tapi bisa melaksanakan penyelenggaraan ibadah haji khusus. Misalnya, travel ini tidak punya izin untuk penyelenggaraan ibadah haji khusus, tapi ternyata bisa mendapatkan kuota haji khusus tersebut," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (7/10/2025).
Temuan ini semakin memperluas lingkup penyelidikan KPK yang sebelumnya telah menyasar sejumlah pihak, termasuk Khalid Zeed Abdullah Basalamah selaku Pemilik PT Zahra Oto Mandiri (Uhud Tour) sekaligus Ketua Umum Asosiasi Mutiara Haji.
Penyidik kini sedang mendalami mekanisme yang memungkinkan travel ilegal itu bisa memperoleh kuota haji. Salah satu modus yang terungkap adalah praktik jual-beli kuota antara biro travel berizin dengan yang tidak berizin.
"Itu seperti apa cara memperolehnya, apakah melakukan pembelian dari biro travel lain yang sudah terdaftar dan mendapatkan plotting kuota haji khusus tersebut," ucap Budi.
Keterlibatan berbagai pihak dalam skema ini membuat KPK harus bekerja ekstra. "Oleh karena itu, karena memang kondisi di lapangan beragam, maka penyidik perlu mendalami dari setiap penyelenggara atau biro travel ibadah haji ini," sambungnya.
Sebelumnya, Khalid telah jalani emeriksaan penyidik KPK di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Selasa (9/9/2025) malam.
Khalid diperiksa sebagai saksi fakta dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi kuota haji 2023–2024 di Kementerian Agama (Kemenag). Mengenakan baju koko hitam, ia menjalani pemeriksaan selama 7 jam 45 menit, terhitung sejak masuk pukul 11.03 WIB hingga keluar pukul 18.48 WIB.
Usai pemeriksaan, Khalid mengklaim dirinya merupakan korban dari Komisaris PT Muhibbah Mulia Wisata, Ibnu Mas’ud.
"Jadi posisi kami ini korban dari PT Muhibbah, yang dimiliki oleh Ibnu Mas’ud," kata Khalid kepada wartawan.
Ia menjelaskan, awalnya berencana berangkat menggunakan jalur haji furoda bersama jamaah lain. Seluruh biaya sudah dibayar dan keberangkatan telah dipersiapkan. Namun, Ibnu Mas’ud menawarkan penggunaan visa yang disebut sebagai visa resmi dengan kuota resmi, sehingga Khalid dan jamaahnya akhirnya bergabung ke travel PT Muhibbah.
"Jadi saya posisinya tadinya sama jemaah furoda, terus kemudian kami sudah bayar furoda, sudah siap berangkat furoda, tapi ada seseorang bernama Ibnu Mas’ud, pemilik PT Muhibah dari Pekanbaru, menawarkan kami visa ini. Sehingga akhirnya kami ikut dengan visa itu di travelnya dia di Muhibbah," jelas Khalid.
Khalid menambahkan, jamaah dari Uhud Tour saat itu juga masuk ke dalam jamaah PT Muhibbah karena Uhud Tour sebagai PIHK belum mendapatkan kuota tambahan. Total sebanyak 122 jamaah diberangkatkan melalui PT Muhibbah pada tahun yang sama, yaitu 2024.
"Uhud Tour, ini kamu jemaah Muhibbah. Saya bersama jemaah Uhud Tour masuk menjadi jemaah Muhibbah. Karena Uhud Tour PIHK-nya belum bisa dapat kuota, jadi kami sebagai jemaah Muhibbah. Jumlahnya 122," ucap dia.
Konstruksi Perkara
Kasus dugaan korupsi kuota haji ini telah naik ke tahap penyidikan sejak Jumat (8/8/2025), berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum. Kendati begitu sampai saat ini belum ada penetapan tersangka. KPK memastikan segera mengumumkan pihak-pihak yang bertanggung jawab. Kerugian negara diperkirakan lebih dari Rp1 triliun.
Kasus ini berawal dari tambahan kuota 20.000 jemaah haji yang diberikan Pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia setelah pertemuan Presiden Joko Widodo dengan otoritas Saudi pada 2023. Kuota tambahan itu kemudian dilobi sejumlah pengusaha travel kepada oknum pejabat Kemenag, hingga terbit SK Menag pada 15 Januari 2024 yang membagi kuota tambahan: 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Dari kuota khusus, sebanyak 9.222 dialokasikan untuk jemaah dan 778 untuk petugas, dengan pengelolaan diserahkan kepada biro travel swasta. KPK mencatat ada 13 asosiasi dan 400 biro travel yang terlibat. Sementara itu, kuota reguler 10.000 jemaah didistribusikan ke 34 provinsi, dengan Jawa Timur mendapat porsi terbanyak (2.118 jemaah), disusul Jawa Tengah (1.682) dan Jawa Barat (1.478).
Namun, pembagian tersebut diduga melanggar Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur komposisi 92 persen kuota reguler dan 8 persen kuota khusus.
Dugaan praktik jual beli kuota itu melibatkan setoran perusahaan travel kepada pejabat Kemenag sebesar USD 2.600–7.000 per kuota, atau sekitar Rp41,9 juta–Rp113 juta (kurs Rp16.144,45). Transaksi dilakukan melalui asosiasi travel sebelum diserahkan kepada pejabat Kemenag secara berjenjang.
Dana hasil transaksi digunakan untuk membeli aset, termasuk dua rumah mewah di Jakarta Selatan senilai Rp6,5 miliar yang disita KPK pada Senin (8/9/2025). Rumah itu diduga dibeli seorang pegawai Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag menggunakan uang setoran pengusaha travel sebagai komitmen pembagian kuota tambahan haji.
Artikel Terkait
Korupsi Pengadaan Laptop Chromebook, Nadiem Makarim Terima Keuntungan dari Google
Petinggi Google Ikut Digarap Kejagung di Kasus Nadiem
Diungkap KPK Ternyata Ada Kuota Khusus Petugas Haji Diperjualbelikan ke Jemaah
GNK Kritik Polri dan KPK: Mengapa Firli Bahuri Belum Ditangkap?