“Namun, publik tetap perlu penjelasan mengenai relevansi penempatan tersebut dengan jabatan yang diisi,” ujarnya.
Ikhsan menekankan perlunya pembatasan lebih lanjut, seperti jumlah maksimal anggota, jenis jabatan, dan batas waktu penugasan.
“Tanpa batasan, akan muncul risiko migrasi anggota Polri ke lembaga sipil dan berpotensi merugikan jenjang karier ASN,” paparnya.
Ancaman terhadap Reformasi Internal Polri
Ikhsan mengingatkan bahwa Perpol 10/2025 juga berpotensi mengganggu reformasi internal Polri. Alih-alih memperkuat profesionalisme inti seperti pemolisian demokratis dan penegakan HAM, kebijakan ini dapat mengalihkan fokus institusi.
“Daftar 17 lembaga ini berisiko mendorong perluasan pengaruh, membuka ruang konflik kepentingan, dan menjauhkan Polri dari agenda reformasi substantif,” pungkasnya.
Latar Belakang Kontroversi Putusan MK vs Perpol Kapolri
MK pada 13 November 2025 secara tegas melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil tanpa mekanisme pensiun. Namun, sekitar satu bulan kemudian, Kapolri menerbitkan Perpol Nomor 10 Tahun 2025.
Perpol ini mengatur penugasan polisi aktif di luar struktur Polri, termasuk di lembaga strategis seperti KPK, BIN, OJK, PPATK, BSSN, hingga Kementerian ATR/BPN. Ketentuan kontroversial tertuang dalam Pasal 3 Ayat (2) yang mencantumkan 17 kementerian dan lembaga tersebut.
Perpol ini telah diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM pada Rabu, 10 Desember 2025.
Artikel Terkait
Bangkai Orangutan Tapanuli Ditemukan Tertimbun Kayu di Tengah Operasi SAR: Kronologi & Fakta Lengkap
Forum Kiai NU Jawa Desak MLB, Usul Rhoma Irama Pimpin PBNU - Konflik Internal Terbaru
Dandhy Laksono: Bencana Sumatra Bukan Alam, Tapi Bencana Buatan Manusia - Analisis Lengkap
Ade Tya Bocorkan Isi Chat Rahasia dengan Ari Lasso, Picu Ancaman Keras dari Dearly Djoshua