LENGKAP! Isi Pidato Habibie di MPR Saat Negara Akui Pemerkosaan Massal 98

- Senin, 16 Juni 2025 | 13:05 WIB
LENGKAP! Isi Pidato Habibie di MPR Saat Negara Akui Pemerkosaan Massal 98

PARADAPOS.COM - Negara melalui Presiden ketiga RI BJ Habibie pernah mengakui rangkaian kasus kekerasan dan pemerkosaan massal terhadap perempuan selama kerusuhan Mei 1998 sebelum kejatuhan Presiden kedua RI Soeharto.


Pidato Habibie itu pun diingatkan kembali oleh sejumlah pihak, termasuk eks Menkumham Yasonna H Laoly, merespons pernyataan kontroversial Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyatakan tidak ada bukti dalam pemerkosaan massal Mei 1998.


Pidato itu disampaikan Habibie di hadapan parlemen dalam Sidang Umum MPR 16 Agustus 1998. 


Dalam pidato pertamanya sebagai presiden usai dilantik menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri, Habibie juga menyinggung rangkaian kerusuhan pada Mei 1998 itu.


"Mereka juga masih dibayang-bayangi huru hara massa yang dipicu oleh gugurnya keempat pahlawan reformasi pada tanggal 12 Mei 1998," kata Habibie dalam video yang diunggah akun YouTube AP Archive 22 Juli 2015, dikutip Senin (16/6).


"Huru-hara berupa penjarahan dan pembakaran pusat-pusat pertokoan, dan rumah penduduk tersebut bahkan disertai tindak kekerasan dan perundungan seksual, terhadap kaum perempuan, terutama dari etnis Tionghoa," imbuh Habibie.


Habibie menilai seluruh insiden kerusuhan dan kekerasan seksual itu sangat memalukan bagi Indonesia. Dia pun mengutuk perbuatan tersebut.


"Seluruh rangkaian tindakan tidak bertanggung jawab tersebut sangat memalukan dan telah mencoreng muka kita sendiri. Sebagai bangsa yang berakhlak dan bermoral tinggi, sebagai bangsa yang berbudaya dan beragama, kita mengutuk perbuatan biadab tersebut," kata pria berlatar belakang teknokrat tersebut.


Belakangan setelah berbagai kritik muncul, di dalam keterangan resminya yang diterima Senin siang, Fadli membantah telah menyangkal bentuk kekerasan seksual massal pada Mei 1998 itu. 


Dia mengaku hanya menekankan sejarah perlu bersandar pada fakta-fakta hukum dan bukti yang telah diuji secara akademik dan legal.


Menurut dia, tragedi pemerkosaan massal selama kerusuhan 13-14 Mei menjelang kejatuhan Orde Baru pada 1998, tidak punya data pendukung yang solid.


Fadli berkata, laporan tim gabungan pencari fakta (TGPF) tak memiliki data yang solid. 


Fadli mengatakan, hasil laporan itu hanya menyebut angka, namun tanpa nama, waktu, peristiwa, tempat kejadian.


"Laporan TGPF ketika itu hanya menyebut angka tanpa data pendukung yang solid baik nama, waktu, peristiwa, tempat kejadian atau pelaku," kata dia yang juga dikenal sebagai politikus Gerindra itu.


Halaman:

Komentar