GEGER! Ustadz Erwandi Keluarkan Fatwa Haji di Indonesia Tidak Lagi Wajib, Apa Alasannya?

- Kamis, 03 Juli 2025 | 10:15 WIB
GEGER! Ustadz Erwandi Keluarkan Fatwa Haji di Indonesia Tidak Lagi Wajib, Apa Alasannya?




PARADAPOS.COM - Ustaz Erwandi Tarmizi mengeluarkan pernyataan kontroversial. Ia memfatwakan bahwa ibadah haji tidak lagi wajib bagi umat Islam di Indonesia.


Pernyataan ini disampaikan Ustaz Erwandi Tarmizi saat mengisi kajian yang dikutip dari Youtube Kajian Sunnah.


"Anda yang tidak mendapatkan antrean, atau mendapat antrean 50 tahun lagi sama dengan tidak, maka tidak ada kewajiban bagi orang Indonesia kondisi sekarang tidak ada wajib haji bagi mereka kalau mereka mau mendaftar sekarang," ujarnya.


Ustaz Erwandi mengaku pernah menanyakan langsung kasus seperti ini ke teman dekatnya yang merupakan konsultan syariah di Bank Rajhi, Arab Saudi.


Menurut Erwandi, temannya itu sudah menanyakan ke beberapa masyaikh mengenai kondisi seperti itu dan jawabannya tidak ada kewajiban haji di daerah yang seperti itu.


"Tidak ada kewajiban. Jelas? Kalau tidak ada kewajiban anda tenang kan ya. Jadi ngapain kucing-kucingan tadi pakai visa ziaroh, ga ada kewajiban," ujarnya.


Mengenai siapa yang akan menanggung dosa terkait haji, Ustaz Erwandi mengatakan adalah pihak yang merusak sistem haji yaitu negara melalui bank syariah.


Menurutnya, bank syariah membuat sistem dana talangan haji sehingga semuanya berebut dengan cara berhutang riba.


"Dana talangan haji murni riba. Pinjaman bertambah dengan jasa, jasanya ga tahu jasa apa, jasa dia minjamkan uang kepada anda itu murni riba. dan riba pasti berdampak pada kerusakan sistemik," ucap dia lagi.


Ia mencontohkan kerusakan riba paling parah adalah macet di Indonesia tidak pernah selesai. 


Kata Ustaz Erwandi, anda cuma ngasih KTP, motor bisa dibawa. Bayar Rp 5 juta mobil bisa dibawa sementara jalanan ga pernah bertambah-tambah.


Lalu sekarang dipindahkan riba ke sistem haji hingga membuat sistemik haji hancur. 


Ustaz Erwandi lalu bercerita mengenai mertuanya yang naik haji di tahun 2000 ketika belum ada dana talangan haji. 


Mertuanya membayar tunai biaya haji sebulan sebelum keberangkatan ke tanah suci.


"Setelah adanya riba sistemik bernama syariah dilakukan bank syariah maka terjadi kehancuran di muka bumi Indonesia. Bagaimana cara mengurainya? Itu dosa mereka-mereka yang menyelesaikan," jelas Erwandi.


Bahkan kata dia haji melalui ONH Plus dengan masa tunggu mencapai tujuh tahun pun tidak ada kewajiban atasnya.


"Dana (haji) uda terkumpul diputar dengan riba, diputar dengan dosa, digunakan infrastruktur, ribut lagi negara. Dia akan merusak terus berefek domino," ujar Erwandi.


Ia menyoroti ketidakjelasan akad dalam sistem haji Indonesia. Menurutnya dalam akad salam, memang bayar cash di depan lebih murah tapi pasti mau berangkat.


Sementara di Indonesia sudah bayar tapi belum jelas kapan keberangkatannya. 


Ia mengatakan pernah menugaskan mahasiswanya membahas akad keberangkatan haji lewat negara.


Hasilnya pihak Kementerian Agama sendiri pun tidak mengerti akadnya apa akad salam, jual beli jasa atau apa.


"Kesimpulan saya dalam bimbingan saya, ini adalah perjudian. Akad yang batil. Bikin rekomendasi biar diperbaiki. Anda sudah bayar cash, itu bayar kuota, kalau bayar kuota akad salamnya batil karena akad salam itu harus cash tidak ada kuota-kuota tidak ada DP. karena dampaknya seperti tadi. Orang sudah bayar, uangnya sudah dipakai sudah berkembang, sudah banyak untungnya oleh penerima uang, dia nya ga dapat apa-apa. Uangnya kembali tanpa pertambahan," beber dia.


"Yang belum daftar, tidak ada kewajiban haji. Yang sudah daftar antre 15 tahunan tarik lagi saja. Tidak ada kewajiban. Umrah ramadan paling aman, pahalanya sama dengan berhaji bersama Rasulullah SAW," ujar Erwandi.


Sementara bagi orang yang sudah berangkat haji menurutnya mereka tidak punya pilihan karena tidak bisa ibadah haji tanpa pemerintah.


"Anda tidak mampu dan tidak tahu juga bahwa konsep akadnya batil semoga Allah ampuni dan hajinya sah," kata Ustaz Erwandi.


👇👇



Sumber: Suara

Komentar