Roy Suryo Serang Balik Setelah Dilaporkan Polisi : Kalau Tidak Sebut Nama, Pengecut

- Sabtu, 23 Agustus 2025 | 14:00 WIB
Roy Suryo Serang Balik Setelah Dilaporkan Polisi : Kalau Tidak Sebut Nama, Pengecut


Di tengah pusaran kasus ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), yang terus bergulir, Pakar Telematika Roy Suryo melontarkan serangan verbal yang tajam.

Dengan keyakinan penuh bahwa dirinya tidak bersalah, Roy tidak hanya menantang proses hukum yang menjeratnya, tetapi juga secara terbuka melabeli Jokowi sebagai "pengecut" karena dianggap tidak berani mengakui sebagai pelapor.

Tudingan keras ini muncul dari kejanggalan laporan pencemaran nama baik yang menurutnya tidak menyebutkan nama secara spesifik, sebuah manuver yang ia anggap tidak jantan.

“Jokowi enggak ngaku kalau dia melaporkan. Katanya yang lapor Pencemaran nama baik.

Ini lucu lagi, tapi dia ngaku enggak nyebut nama,” ujar Roy Suryo, dikutip dari kanal YouTube Refly Harun, Sabtu (23/8/25).

“Berarti pencemaran enggak ada namanya. Hla kan lucu, pencemaran itu kan peristiwa. Pencemaran nama baik itu harus nyebut orang, harus nyebut nama, kalau enggak namanya pengecut,” imbuhnya.

Sikap percaya diri Roy Suryo bukan tanpa dasar. Ia memandang keseluruhan konstruksi kasus ini "konyol" dan melawan logika hukum.

Salah satu poin utamanya adalah penggabungan laporan dari berbagai daerah menjadi satu berkas di Jakarta Pusat, sebuah langkah yang ia sebut sebagai hal mustahil.

“Lucunya, mereka itu tadinya melaporkan dari locus yang berbeda-beda. Ada yang di Jakarta Pusat, ada yang di Jakarta Utara, ada di Depok, sekarang nalar, logis enggak?. Yang tadinya mereka laporan dimana-mana, tiba-tiba dikumpulkan jadi satu di Jakarta Pusat tanggal 22 Januari, sama dengan laporan Jokowi, dijadikan satu,” urainya.

Ia menganalogikan proses ini dengan skenario yang absurd.

“Ini sama aja dengan orang mencuri di Jakarta Timur, mencuri di Depok, tiba-tiba disatukan, kemudian semuanya dianggap mencurinya di Jakarta Pusat, inikan nggak boleh. Ini sama saja ada hal yang Hil yang Mustahal. Penggabungan itu sudah konyol,” tambahnya.

Selain mengkritik dasar hukum, Roy juga menyoroti dampak proses penyelidikan yang ia anggap tidak manusiawi, dengan pemeriksaan yang berlangsung hingga dini hari.

“Seperti yang kita lihat, teman-teman ada yang diperiksa sampai jam 9 malam, ada yang diperiksa sampai jam 12, ada yang jam 4 subuh baru selesai, itukan benar-benar sangat tidak manusiawi, hanya gara-gara mungkin masalah Teknik,” terang Roy.

Merasa Tak Sendirian 

Dalam perlawanannya, Roy Suryo tidak hanya membela diri sendiri.

Ia memposisikan dirinya sebagai pembela kebebasan pers dan berekspresi.

Ia memperingatkan penyidik agar tidak mengkriminalisasi media dan para kreator konten yang hanya menjalankan tugasnya sebagai pilar keempat demokrasi.

“Saya juga bilang ‘mau berapa lagi yang diperiksa? Kalau sampai teman-teman youtuber, teman-teman media itu, anda lupa’. Ada yang sekarang itu bukan trias politika sistem kehidupan sekarang. sekarang itu disebutnya Tetras politika, 4 pilar, pilar yang terakhir adalah pilar media,” urainya.

Ia menegaskan bahwa media, baik konvensional maupun alternatif, harus dilindungi.

“Saya bela teman-teman media, kita harus mengedepankan UU pokok Pers, bahwa teman-teman itu memberitakan.

Siapa lagi yang memberitakan kalau bukan teman-teman media,” ungkapnya.

“Kalau anda memberitakan terus anda dikriminalisasi , siapa yang memberitakan untuk masyarakat? siapa?,” tegasnya.

Sikap perlawanan ini ternyata bukan hanya datang dari Roy Suryo.

Ia mengklaim bahwa 11 terlapor lainnya, termasuk tokoh nasional seperti Abraham Samad dan dr. Tifauzia Tyassuma, memiliki keyakinan yang sama: mereka tidak bersalah dan menganggap kasus ini sebagai upaya pembungkaman kritik yang keliru dan tidak berdasar.


Sumber: suara
Foto: Roy Suryo berada di Polda Metro Jaya. (Suara.com/M Yasir)

Komentar