PARADAPOS.COM -Penggunaan Sistem Informasi dan Rekapitulasi (Sirekap) yang akan kembali dipakai KPU RI pada Pilkada Serentak 2024 menuai kritik.
Sejatinya, tujuan Sirekap untuk mempermudah penyelenggara negara dalam menghitung perolehan suara. Melalui Sirekap pula, hasil perhitungan bisa dibuka secara transparan kepada publik.
Namun praktiknya di Pilpres dan Pileg 2024 lalu, Sirekap justru bermasalah.
"Dengan teknologi (harapannya) yang salah bisa diperbaiki, yang mau melintir itu harapannya bisa dihindari. Tapi apa yang terjadi? Kita dibikin bingung, bagaimana bisa suara TPS sampai 400 bahkan lebih dari 1 juta (berdasarkan Sirekap). Padahal yang paling tinggi (di lapangan) 300-an (suara)" kata Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay, Sabtu (6/7).
Mantan Komisioner KPU ini tidak menampik, pemanfaatan teknologi penting karena praktiknya bisa membantu pelaksanaan pemilihan di Indonesia. Apalagi, tujuan utama Sirekap untuk mempermudah tugas penyelenggara.
Hanya saja, temuan Netgrit pada Pilpres dan Pileg 2024 mengungkap banyak masalah pada Sirekap KPU.
Artikel Terkait
Dominasi Dasco di DPR RI: Analisis Jaringan Kabinda, Adidas, dan Dampaknya bagi Demokrasi
KSPI Tolak UMP 2026: Rencana Gugatan ke PTUN & Aksi Massa 29-30 Desember
Pengibaran Bendera Aceh di Lhokseumawe Bukan Subversif, Ini Penjelasan Pakar Hukum
Dokter Tifa Soroti Paparan Bareskrim: Ijazah Jokowi dan Sinyal Usut Koran KR?