Menurutnya, skripsi yang cacat seperti itu tidak akan lulus dan tidak akan menghasilkan ijazah asli.
nalisis face recognizer juga menunjukkan bahwa foto pada ijazah yang beredar tidak cocok (mismatch) dengan wajah Joko Widodo.
Kritik Terhadap Penanganan Kasus dan Peran UGM
Roy Suryo juga menyoroti cara penanganan kasus ini.
Meskipun mengakui bahwa gelar perkara khusus berjalan bagus secara pelaksanaan, ia menyayangkan ketidakseimbangan metode ilmiah yang dipertandingkan.
Ia bahkan meragukan kapasitas ahli yang dihadirkan pihak Joko Widodo, Josua Sinawela, yang menurutnya lebih mirip ahli sastra daripada ahli digital forensik.
Terhadap institusi pendidikan, Roy Suryo merasa miris dengan dugaan UGM yang bisa diorkestrasi secara manipulatif, seperti sulitnya akses skripsi-skripsi saat ini dibandingkan masa lalu.
Ia menegaskan bahwa tindakannya adalah bentuk kecintaan terhadap UGM, demi menjaga nama baik kampus dari intervensi pihak tertentu.
"Saya tidak rela UGM menjadi alat pihak tertentu yang justru mendegradasi nama baik kampus," tegasnya.
Ia juga mempertanyakan mengapa UGM tidak menunjukkan kebanggaan terhadap alumninya yang menjadi presiden selama 10 tahun, misalnya dengan membuat kenangan atau prasasti.
Menanggapi potensi tuntutan hukum terhadap dirinya, Roy Suryo menyatakan tidak khawatir.
"Saya tidak khawatir jika UGM mau menuntut saya, karena lembaga tidak bisa menuntut," ujarnya santai.
Ia menekankan bahwa penelitiannya bersifat ilmiah dan memiliki dasar kuat.
Polemik ijazah ini dipastikan akan terus bergulir, menuntut kejelasan dan transparansi dari berbagai pihak terkait.
Penantian publik terhadap pengungkapan fakta yang sesungguhnya menjadi semakin besar, terutama mengingat posisi Joko Widodo sebagai kepala negara.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
DPR Kena Prank! Dana Reses Rp702 M Bikin Tak Sedih Tunjangan Rumah Dihapus
Prabowo vs Geng Solo: Mengapa Rakyat Dukung Penumpasan Korupsi?
Profesor Ikrar Bongkar Bahaya Legacy Jokowi: Syarat Wapres RI Hanya Lulus SD?
Ijazah Jokowi & Gibran Dipersoalkan, Iwan Fals Berkomentar: Kalau Palsu, Gimana?