PARADAPOS.COM - Pengamat Politik dan Militer Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Selamat Ginting menyebut Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka bisa mengundurkan diri demi meredam kegaduhan nasional tanpa harus melalui proses pemakzulan yang memakan waktu cukup panjang.
“Saya melihat posisinya sekarang 60–40 (untuk pemakzulan). Jadi menurut saya, bisa saja cara praktis supaya tidak terlalu berlarut-larut dan tidak menimbulkan instabilitas nasional, bisa saja sang Wapres mundur. Tidak perlu harus dipermalukan melalui Sidang Istimewa," kata Selamat Ginting dalam podcast di Jakarta, dikutip Jumat (13/6/2025).
Selanjutnya Selamat Ginting menyebutkan, ada lima kategori pelanggaran yang dapat menjerat presiden maupun wakil presiden dapat dimakzulkan, yaitu pengkhianatan terhadap negara, korupsi, suap, tindak pidana berat, dan tindakan tercela.
Menurutnya, bisa saja kasus Gibran sebelum menjadi wakil presiden diungkit kembali, salah satunya terkait kepemilikan akun Kaskus Fufufafa.
"Misalnya, gampang saja kok misalnya. Akun Fufufafa, itu apa bukan penistaan terhadap seseorang? Seseorang yang kemudian menjadi Presiden loh (Prabowo Subianto)," ujar Selamat Ginting menerangkan.
Ia mengatakan, perilaku sebelum menjabat pun dapat dipersoalkan selama memenuhi unsur pelanggaran moral. Terutama yang bersifat menghina pihak-pihak lain.
"Iya kan? Keluarganya (Prabowo). Belum lagi kasus, mohon maaf, urusan payudara disebut-sebut, payudara artis, penyanyi dan segala macam, gampang saja," ungkap Selamat Ginting.
Menurut dia, proses hukum pemakzulan di Mahkamah Konstitusi (MK) memang bisa memakan waktu, tetapi dinamika politik DPR bisa berjalan jauh lebih cepat.
“Tanggal 20 Juni usulan itu akan dibacakan di DPR. Hanya butuh 25 anggota atau sekitar dua fraksi untuk membentuk panitia khusus,” tuturnya.
Ia memperkirakan PDI‑Perjuangan (PDIP) dan Partai Demokrat yang disebutnya 'pernah merasa dizalimi' oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) berpotensi menjadi dua partai terdepan yang akan melancarkan proses pemakzulan tersebut.
"PDIP, anggota DPR-nya paling banyak. Jadi dua (fraksi) itu bisa. Dari situ kemudian rapat lagi 2 per 3 dari anggota DPR harus menyetujui," ujarnya.
Isu identitas pengelola akun Fufufafa diperkirakan menjadi kunci.
Selamat Ginting menyinggung posisi Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letjen (Purn) Nugroho Sulistyo Budi—eks Tim Mawar yang dekat dengan Presiden Prabowo.
"Jadi nggak mungkin Presiden Prabowo nggak tahu siapa yang menangani pemilik akun Fufufafa ini. Nggak mungkin nggak tahu. Presiden Prabwo pasti tahu," kata dia menegaskan.
"Ya udah tinggal jalan aja. Apa iya kemudian mau dibuka-bukaan seperti ini? Bisa. Nanti kan ditanya. Itu nggak boleh berbohong," tambahnya.
Akun Fufufafa Jadi Pintu Masuk Pemakzulan Gibran? Mahfud MD Sebut Bisa, tapi Tidak Mudah
Guru besar hukum tata negara yang juga mantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memberikan tanggapan mengenai wacana pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang diusulkan Forum Purnawirawan Prajurit TNI.
Melalui surat tertanggal 26 Mei 2025, Forum Purnawirawan Prajurit TNI meminta Ketua MPR dan DPR RI agar tuntutan pemakzulan Gibran segera diproses.
Dalam surat itu, akun Kaskus bernama Fufufafa menjadi sorotan. Surat itu menyebut akun Fufufafa diduga kuat terkait dengan Gibran.
Untuk diketahui, akun Fufufafa aktif antara tahun 2013 hingga 2019 dan dikenal kerap membuat komentar menghina tokoh politik seperti Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Anies Baswedan.
Selain itu, surat tersebut juga mengatakan akun Fufufafa disebut pernah membuat komentar mengenai sejumlah selebritas perempuan dengan komentar seksual dan rasis.
Lantas bisakah akun Fufufafa menjadi pintu masuk pemakzulan Gibran?
Mahfud MD menjelaskan, untuk memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden harus memiliki argumentasi hukum kuat.
Artikel Terkait
KPK Wajib Periksa Jokowi dan Luhut Terkait Kasus Korupsi Proyek Whoosh, Ini Alasannya
Update Kasus Ijazah Jokowi: Gelar Perkara Segera Digelar, Satu Terlapor Belum Diperiksa
KPK Didorong Periksa Jokowi & Luhut di Kasus Whoosh, Begini Kata Pakar Hukum
Halim Kalla Belum Ditahan, Ini Kronologi Lengkap Kasus Korupsi PLTU Kalbar yang Rugikan Negara Rp 1,2 Triliun