LENGKAP! Bermula Sejak 1978, Ini Kronologi Sengketa 4 Pulau Aceh-Sumut Berakhir Diputus Prabowo

- Rabu, 18 Juni 2025 | 09:30 WIB
LENGKAP! Bermula Sejak 1978, Ini Kronologi Sengketa 4 Pulau Aceh-Sumut Berakhir Diputus Prabowo




PARADAPOS.COM - Presiden Prabowo Subianto akhirnya turun tangan langsung untuk menyelesaikan sengketa terkait status empat pulau yang diperebutkan antara Pemerintah Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. 


Selasa (17/6/2025) menjadi hari bersejarah akan sengketa kewilayahan itu.


Empat pulau yang disengketakan itu adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Kecil, dan Pulau Mangkir Besar.


Di sela-sela perjalan ke Rusia, Presiden Prabowo menggelar rapat terbatas atau ratas secara daring bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Menteri Sekretaris Negara/Juru Bicara Presiden RI Prasetyo Hadi, Gubernur Aceh Muzakir Manaf, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, dan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.


Dalam rapat terbatas itu, Presiden Prabowo kemudian menetapkan empat pulau tersebut masuk dalam wilayah administrasi Provinsi Aceh, terutama setelah mempertimbangkan data-data dan arsip.


Usai ratas, keputusan Prabowo itu kemudian diumumkan oleh Mensesneg sekaligus Juru Bicara Presiden RI, Prasetyo Hadi. 


Bergantian, Mendagri, Gubernur Sumut Bobby Nasution dan Gubernur Aceh Muzakir Manaf juga memberikan keterangan pers.


“Ini momentum yang baik untuk kita berbenah. Ke depan, kami rapikan, kalau perlu tadi juga ada usul untuk membuat kesepakatan di antara dua wilayah, dua wilayah yang berdekatan, supaya tidak timbul masalah seperti ini lagi di kemudian (hari),” ujar Prasetyo Hadi.


Kronologi Sengketa 4 Pulau Antara Aceh-Sumut


Sejatinya, sengketa empat pulau antara Aceh dengan Sumut sudah berlangsung sangat lama. Berikut rangkumannya berdasarkan sejumlah arsip dan sumber:


Akar Sengketa (1978-2002)


Sengketa empat pulau ini berawal dari perbedaan interpretasi peta perbatasan. 


Pada tahun 1978, Peta Topografi TNI AD mengindikasikan bahwa keempat pulau tersebut masuk ke dalam wilayah Provinsi Aceh.


Hal itu kemudian diperkuat oleh beberapa kesepakatan antara Pemerintah Daerah (Pemda) Tingkat I Sumatera Utara dan Pemda Istimewa Aceh pada tahun 1988 dan 1992, yang menjadikan Peta Topografi TNI AD tahun 1978 sebagai acuan.


Bahkan sejak tahun 1965, Pemerintah Aceh telah melakukan pelayanan administrasi pertanahan di pulau-pulau tersebut, meskipun belum dalam bentuk sertifikat hak milik. 


Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil juga aktif melakukan pembangunan di keempat pulau tersebut dengan menggunakan dana APBD.


Polemik dan Keputusan yang Saling Bertentangan (2008-2022)


Polemik kembali mencuat ketika pada tahun 2008 dilakukan verifikasi pulau-pulau di Aceh dan Sumatera Utara. 


Saat itu, keempat pulau tersebut tidak masuk dalam pendataan wilayah administrasi Provinsi Aceh. Kesalahan data ini menjadi salah satu pemicu berlarutnya sengketa.


Puncaknya, pada tahun 2017, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan menegaskan bahwa keempat pulau tersebut masuk dalam cakupan Provinsi Sumatera Utara.


Keputusan itu didasarkan pada analisis spasial dan data koordinat yang ternyata keliru disampaikan oleh pihak Aceh. 


Pemerintah Aceh kemudian beberapa kali melayangkan surat keberatan atas keputusan tersebut.


Selanjutnya pada 14 Februari 2022, Kemendagri kembali menerbitkan Keputusan Nomor 050-145 yang memasukkan keempat pulau tersebut ke dalam wilayah Sumatera Utara, yang tentu saja tidak diterima oleh pihak Aceh.


Penyelesaian Sengketa (2022-2025)


Untuk menyelesaikan sengketa, pemerintah pusat akhirnya turun tangan. 


Pada akhir Mei hingga awal Juni 2022, dilakukan survei faktual ke empat pulau tersebut.


Hasil survei menemukan bahwa pulau-pulau tersebut tidak berpenghuni, namun terdapat tugu yang dibangun oleh Pemerintah Aceh dan makam aulia yang sering diziarahi oleh masyarakat.


Titik terang penyelesaian sengketa akhirnya datang pada Juni 2025. 


Setelah melalui proses peninjauan ulang dan penelusuran arsip, ditemukan dokumen asli kesepakatan antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara pada tahun 1992 yang menegaskan bahwa keempat pulau tersebut masuk wilayah Aceh.


Berdasarkan temuan tersebut, Presiden Prabowo Subianto akhirnya memutuskan untuk mengembalikan status keempat pulau tersebut ke dalam wilayah administrasi Provinsi Aceh.


Setelah melalui proses yang panjang, sengketa tersebut justru berakhir dengan pengakuan bahwa Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek adalah bagian dari Provinsi Aceh.


Sumber: Suara

Komentar