PARADAPOS.COM - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) telah merilis jadwal sidang dengan tergugat Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Gibran dan KPU sebelumnya digugat oleh seseorang bernama Subhan Palal
Gugatan tersebut terkait dengan dugaan ketidaksesuaian syarat pendidikan Gibran saat mendaftar sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2024. Penggugat juga meminta agar status Gibran sebagai wakil presiden dinyatakan tidak sah.
Bedasarkan informasi yang dilihat dari website PN Jakarta Pusat, gugatan itu diajukan pada Kamis 28 Agustus 2025
Adapun perkara tersebut akan disidangkan pada Senin 8 September 2025 pukul 09.00
Ahli hukum tata negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Agus Riwanto, menegaskan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Gibran tidak akan berpengaruh pada jabatannya saat ini sebagai wakil presiden.
Menurutnya, berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 473 UU Pemilu, sengketa hasil Pemilu Presiden hanya bisa dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
“Putusan PN dalam perkara PMH tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan pencalonan maupun hasil pemilu,” kata Agus dikutip dari Kompas.com, Kamis (4/9/2025).
Agus menambahkan, setelah KPU menetapkan hasil pemilu dan tidak ada lagi proses di MK yang membatalkan, maka pasangan calon terpilih bersifat final dan mengikat.
“Dengan demikian, sekalipun PN menerima gugatan PMH tersebut, hal itu tidak akan berimplikasi langsung pada status Gibran sebagai cawapres terpilih Pemilu 2024,” jelasnya.
Isi Gugatan
Subhan menggugat Gibran secara perdata sebesar Rp 125 triliun lewat Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Gugatan perdata merupakan tindakan hukum yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum ke pengadilan.
Berbeda dengan perkara pidana yang fokus pada pelanggaran terhadap negara atau umum, gugatan perdata biasanya berkaitan dengan individu, perusahaan atau organisasi yang melawan hukum.
Dalam gebrakannya, Subhan tak hanya gugat Gibran, tapi juga Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Dalam petitum gugatan tersebut, Subhan Palal meminta majelis hakim bertindak tegas pada Gibran dan KPU, karena telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Ia juga meminta agar pengadilan menyatakan Gibran tidak sah menjabat sebagai Wakil Presiden periode 2024–2029.
"Menyatakan tergugat I (Gibran) tidak sah menjabat sebagai Wakil Presiden periode 2024–2029," kata Juru Bicara PN Jakpus, Sunoto.
Selain itu, Subhan Palal turut menuntut agar Gibran dan KPU secara tanggung renteng membayar ganti rugi materiil dan immateriil sebesar Rp 125,01 triliun kepada dirinya dan seluruh warga negara Indonesia (WNI).
Lalu, siapakah sosok Subhan Palal?
Subhan Palal berprofesi sebagai pengacara alias advokat.
Ia juga memiliki firma hukum sendiri yaitu Subhan Palal & Rekan yang beralamat di Kelurahan Duri Kepa, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Dalam sebuah situs blog, Subhan menulis, firma hukumnya akan melayani jasa hukum dengan sepenuh hati, familiar, dan friendly dengan tetap mengutamakan profesinalisme bidang jasa hukum.
Selain itu, firma hukum Subhan Palal & Rekan didukung oleh sekumpulan orang yang memiliki kapasitas dan kapabilitas di bidang hukum.
Dari penelusuran Tribunnews.com, Subhan Palal memiliki nama dan gelar lengkap yaitu Haji Muhammad Subhan Palal SH MH.
Subhan Palal juga diketahui merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) tahun 2018.
Ia memajang foto wisudanya melalui akun Instagram @subhanpalal yang diikuti oleh lebih dari 1.400 follower.
Bahkan beberapa waktu yang lalu, Subhan Palal mem-posting foto bersamanya dengan mahasiswa UI lainnya yang kompak memakai jaket almamater kuning.
Dalam caption-nya, ia seolah menyindir sosok yang ijazahnya palsu.
"Berani nggak yang punya ijazah palsu," tulis Subhan Palal.
Dalam sebuah video, Subhan Palal pernah meminta KPU untuk tidak terburu-buru menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden terpilih meski Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskannya.
Pada Februari 2025 lalu, Subhan Palal juga mengajukan permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 12 Tahun2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia Pasal 2.
Dikutip dari akun Facebook milik MK, Subhan menguji frasa "orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang".
Menurutnya, dalam pengisian jabatan, baik di tingkat eksekutif seperti Presiden/Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati, Wali Kota, maupun di legislatif seperti MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta di lembaga negara seperti BPK dan ASN, persyaratan utama adalah kewarganegaraan Indonesia.
Namun, kenyataannya, banyak orang dari bangsa lain yang tidak memiliki pengesahan sebagai WNI justru mendapatkan kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
Sementara itu, dalam gugatan perdatanya, Subhan Palal menyebut, Gibran tidak memenuhi syarat sebagai calon wakil presiden.
Sebab, putra sulung Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi itu tidak menempuh pendidikan menengah yang diselenggarakan berdasarkan hukum Indonesia.
Subhan mengatakan, Gibran menyelesaikan pendidikan SMA di Orchid Park Secondary School, Singapura.
Hal tersebut menurutnya tidak memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Pemilu.
Ia menilai KPU turut bertanggung jawab karena tetap meloloskan pencalonan tersebut.
"Syarat menjadi cawapres tidak terpenuhi. Gibran tidak pernah sekolah SMA sederajat yang diselenggarakan berdasarkan hukum RI," ujar Subhan.
Gugatan ini diajukan sebagai bentuk keberatan hukum dan permintaan agar jabatan Wapres dibatalkan melalui jalur perdata.
Subhan menyatakan, seluruh kerugian yang ditimbulkan harus dikembalikan kepada negara.
Oleh karena itu, selain ganti rugi, Subhan meminta pengadilan menghukum Gibran dan KPU untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp100 juta per hari jika lalai melaksanakan putusan pengadilan.
Ia meminta agar para tergugat menanggung seluruh biaya perkara yang timbul.
Dalam sebuah wawancara, Subhan menggugat Gibran dan KPU atas niat sendiri, bukan dorongan orang lain.
Ia membantah ada aktor-aktor politik yang membekingi dirinya untuk menggugat Gibran.
"Saya maju sendiri. Enggak ada yang sponsor," kata Subhan dalam program Sapa Malam yang ditayangkan melalui Youtube Kompas TV, Rabu malam.
Ia mengatakan, gugatannya ini berangkat dari dugaan KPU sempat mengalami tekanan ketika Gibran mencalonkan diri.
"Saya lihat, hukum kita dibajak nih kalau begini caranya. Enggak punya ijazah SMA (tapi bisa maju Pilpres). Ada dugaan, KPU kemarin itu terbelenggu relasi kuasa," lanjutnya.
Subhan Palal pun menegaskan, gugatannya adalah murni masalah hukum (view hukum), bukan politik.
Adapun gugatan ini terdaftar dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst dan sidang perdana dijadwalkan pada Senin (8/9/2025) mendatang.
Berikut isi petitum:
- Mengabulkan Gugatan dari Penggugat untuk seluruhnya.
- Menyatakan Tergugat I dan Tergugat II bersama-sama telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum dengan segala akibatnya.
- Menyatakan Tergugat I tidak sah menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024 - 2029.
- Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125.000.010.000.000,- (seratus dua puluh lima triliun sepuluh juta rupiah), dan disetorkan ke Kas Negara.
- Menyatakan Putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad), meskipun ada upaya hukum banding, kasasi dari Para Tergugat.
- Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta Rupiah) setiap hari atas keterlambatannya dalam melaksanakan Putusan Pengadilan ini.
- Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini.
Hingga berita ini ditulis, belum ada pernyataan dari Gibran maupun KPU terkait gugatan tersebut.
Sumber: Tribun
Artikel Terkait
KPK Bisa Tetapkan Ridwan Kamil Tersangka Kasus Pengadaan Iklan di BJB
Grup WA Mas Menteri Core Team, Pintu Masuk Proyek Laptop Rp1,98 Triliun!
Pernyataan Lama Luhut Soal OTT Kembali Heboh, Pengamat: Watak Ini Yang Buat Hukum Tak Pernah Tegak!
Klarifikasi Resmi UGM Soal Ijazah Jokowi, Roy Suryo Cs Diminta Hormati dan Menjadikannya Rujukan Utama!