Pengamat hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menegaskan bahwa mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Luhut Binsar Panjaitan harus bertanggung jawab dan diperiksa KPK terkait dugaan mark up proyek kereta cepat Whoosh Jakarta-Bandung. Menurutnya, KPK harus berani memeriksa keduanya karena mereka yang paling bertanggung jawab atas pengadaan proyek tersebut.
Fickar juga menyatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto tidak akan melindungi Jokowi dan Luhut meskipun telah terjadi pertemuan di Kartanegara. Proyek Whoosh dinilai sebagai kerjaan swasta yang tidak terkait dengan negara, sehingga tanggung jawab secara pribadi melekat pada Jokowi dan Luhut.
Ia menambahkan bahwa proyek kereta cepat Whoosh dikelola oleh perusahaan sendiri, yaitu KCIC, yang merupakan BUMN dengan modal terpisah dan tidak terkait dengan APBN. Hal ini menjadi alasan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak membayar kerugian yang ditanggung proyek, karena secara hukum merupakan urusan internal BUMN.
Padahal, proyek Whoosh awalnya dijanjikan berjalan dengan skema business to business (B2B) tanpa melibatkan APBN. Namun, setelah terjadi pembengkakan biaya, pemerintah justru menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 89 Tahun 2023 yang mengizinkan penggunaan APBN sebagai jaminan pinjaman utang proyek.
Artikel Terkait
KPK Usut Aliran Dana Mardani Maming ke PBNU: Tindak Lanjut Hasil Audit
Pencabutan Cekal Victor Rachmat Hartono: Alasan Kooperatif Dipertanyakan Pakar Hukum
KPK Tangkap 2 Eks Pejabat DJKA, Dugaan Korupsi Proyek Kereta Api Medan Rugikan Negara Rp 12 Miliar
MAKI Desak KPK Telusuri Aliran Dana Rp100 Miliar Mardani Maming ke PBNU: Dugaan Suap?