'Wapres Gibran Pilih Dilengserkan atau Mundur Sendiri?'
Oleh: Muh. Zulhamdi Suhafid
Presiden Mahasiswa UIN Alauddin Makassar Periode 2025-2026
Hiruk pikuk perpolitikan Indonesia kembali bergejolak setelah berbagai kontroversi yang melibatkan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam beberapa bulan terakhir.
Kiprah putra sulung mantan Presiden Joko Widodo ini sebagai orang nomor dua di republik memang tak pernah sepi dari sorotan publik sejak dilantik pada 20 oktober 2024 lalu.
Berbagai kebijakan dan pernyataannya kerap menuai kritik dari berbagai kalangan, mulai dari politisi, akademisi, mahasiswa hingga masyarakat luas.
Pertanyaannya kini, apakah Gibran akan memilih mundur secara terhormat atau tetap bertahan hingga akhirnya terpaksa dilengserkan?
Perjalanan Gibran menuju kursi wakil presiden memang diwarnai kontroversi sejak awal.
Keputusan Mahkamah Konstitusi yang saat itu dipimpin oleh pamannya, Anwar Usman, terkait usia minimal calon presiden dan wakil presiden menjadi titik awal polemik.
Meski begitu, kemenangan pasangan Prabowo-Gibran dalam pilpres 2024 sempat memupus keraguan sebagian masyarakat dan memberi legitimasi politik yang kuat bagi keduanya untuk memimpin bangsa.
Namun, enam bulan pasca pelantikan, hubungan keduanya mulai menunjukkan adanya keretakan yang sulit disembunyikan dari mata publik.
Ketidakharmonisan relasi Presiden Prabowo dengan Wakil Presiden Gibran semakin terlihat jelas dari perbedaan sikap keduanya dalam merespon berbagai isu strategis nasional.
Dalam beberapa kesempatan, Gibran terlihat mengambil langkah mengadakan ruang pengaduan aspirasi (Lapor Mas Wapres) pada saat bapak Prabowo melakukan perjalanan dinas ke luar negeri.
Hal ini tentu menimbulkan kebingungan publik dan memunculkan pertanyaan tentang soliditas kepemimpinan nasional.
Situasi semakin memanas ketika lingkaran dekat Presiden mulai secara terbuka mengkritik berbagai tindakan dan pernyataan Wakil Presiden.
Partai-partai politik pendukung pemerintah pun mulai memberi sinyal tentang kemungkinan impeachment melalui jalur konstitusional di MPR RI.
Terbukti bahwa Forum Purnawirawan TNI menyampaikan pernyataan sikap yang berisi 8 tuntutan yanni salah satunya adalah penggantian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka karena keputusan MK yang dinilai melanggar hukum dan etika peradilan.
Perlu diketahui bahwa Konstitusi Indonesia memang tidak mengenal mekanisme impeachment yang secara spesifik ditujukan hanya kepada Wakil Presiden.
Pasal 7A UUD 1945 mengatur bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, baik apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Namun, proses ini membutuhkan tahapan panjang yang melibatkan DPR, Mahkamah Konstitusi, hingga akhirnya keputusan MPR.
Di tengah tekanan politik yang semakin intens, opsi mundur sukarela mungkin menjadi pilihan yang lebih elegan bagi Gibran.
Dengan mengundurkan diri, ia setidaknya masih memiliki kesempatan untuk mempertahankan sebagian martabat politiknya dan mungkin bisa membangun kembali karier politiknya di masa depan setelah badai ini berlalu.
Sejarah mencatat, Mohammad Hatta memilih mundur dari jabatan Wakil Presiden pada tahun 1956 karena perbedaan pendapat dengan Presiden Soekarno.
Artikel Terkait
Kisah Sembuh dari Gagal Ginjal Stadium 5: Transplantasi di RSCM Berhasil
Modus Korupsi Proyek Fisik: Mengungkap 4 Tahap Sistematis & Dampaknya
Roy Suryo dan dr. Tifa Diperiksa Polisi sebagai Tersangka Kasus Ijazah Jokowi
Modus Korupsi Proyek Kereta Cepat Whoosh: Mark Up Lahan hingga Jual Beli Tanah Negara