PARADAPOS.COM - Pertemuan Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka dengan para pengemudi ojek online (ojol) pada Minggu (31/8/2025) di Istana Wakil Presiden, Jakarta, menuai kontroversi.
Alih-alih dipandang sebagai langkah positif untuk menyerap aspirasi, acara itu justru menjadi bahan perbincangan hangat di media sosial. Dalam video resmi yang diunggah akun Instagram @setwapres.ri, terlihat Gibran berdialog dengan delapan orang yang mengenakan jaket ojol dari berbagai platform.
Salah satu yang mendapat sorotan publik adalah pernyataan Rahman Thohir, perwakilan dari Komunitas Drive Online Indonesia. Rahman menyinggung soal menurunnya jumlah penumpang akibat eskalasi demonstrasi di Jakarta.
Ia juga menyebut telah memberikan edukasi kepada “taruna” di wilayah masing-masing agar tidak terpancing isu provokatif terkait aksi unjuk rasa. Diksi “eskalasi” dan terutama penggunaan istilah “taruna” langsung memancing reaksi netizen.
Banyak yang menganggap kata-kata tersebut tidak lazim dipakai oleh pengemudi ojol sehari-hari. “Eskalasi? Taruna? Ojol mana yang ngomongnya begitu?” komentar seorang pengguna Instagram. Tak hanya soal diksi, penampilan para ojol di pertemuan itu juga menuai tanda tanya.
Sebagian warganet menyoroti jaket yang tampak masih baru, wajah bersih, serta gaya duduk yang dinilai lebih mirip pejabat ketimbang pekerja lapangan.
Ada pula yang menyoroti penggunaan sepatu mewah seperti Air Jordan hingga sepatu PDH mengilap. Fenomena ini melahirkan spekulasi liar bahwa pengemudi ojol yang hadir hanyalah “aktor bayaran” alias ojol jadi-jadian.
Beberapa akun komunitas driver di media sosial bahkan secara terang-terangan meragukan keaslian perwakilan tersebut.
“Jaket masih licin semua, itu mah bukan ojol beneran,” tulis seorang warganet di platform X. Meski ramai diperbincangkan, hingga kini pihak Istana Wapres belum memberikan klarifikasi resmi. Kontroversi ini justru semakin memanas karena publik merasa ada upaya pencitraan yang kurang transparan.
Pertemuan dengan mitra ojol seharusnya bisa menjadi momentum membangun dialog yang autentik. Namun, jika publik meragukan kredibilitas peserta yang hadir, maka tujuan komunikasi justru tidak tercapai.
Kasus ini juga menegaskan pentingnya keterbukaan pemerintah dalam memilih representasi masyarakat. Kepercayaan publik tidak bisa dibangun dengan narasi semata, melainkan melalui proses yang jujur dan apa adanya.
Hingga kini, netizen masih menunggu apakah Gibran maupun pihak terkait akan memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai polemik ini.
Sumber: viva
Artikel Terkait
Kampus Unpas & Unisba Jadi Sasaran Tembakan Gas Air Mata saat Pembubaran Demo, 12 Mahasiswa Pingsan
Usai Periksa Gus Yaqut Terkait Kasus Haji, KPK Sita Uang USD 1,6 Juta, Mobil dan Properti
Marak Isu Soal Pemeran Pengganti di Kasus Tewasnya Pengemudi Ojol Korban Rantis, Begini Kata Propam Polri
INFO! Sri Mulyani Janji Tak Ada Pajak Baru di 2026