PARADAPOS.COM - Pengacara Bambang Tri dan Gus Nur (yang dipenjara dalam kasus ijazah Jokowi), Eggi Sudjana kembali mengungkap kasus ijazah Jokowi.
"Selama kurang lebih 5-6 bulan, setiap minggunya, seingat saya tiap hari Kamis, sidang di Pengadilan Negeri Surakarta (sidang Bambang Tri dan Gus Nur). Nah, walhasil tidak ditemukan atau tidak pernah diperlihatkan ijazah aslinya Jokowi.
Jangan lupa, persidangan ini (Bambang Tri) bukan soal ijazah yang UGM. Ini soal ijazah SD, SMP, SMA.
Nah, ini logika hukumnya sangat kuat. Bagaimana Jokowi bisa masuk UGM? Ijazah SMA-nya aja nggak ada.
Kalaupun ada fotokopi dengan dilegalisir, itu saya tanya aslinya di depan hakim, jaksa saya panggil, 'eh jaksa kau bawa apa bukti Jokowi ijazahnya yang SAMA?'
Yang SMA nggak ada."
[VIDEO]
.
Bener juga sih.!
Bagaimana bisa masuk Universitas kalo gak punya Ijazah Asli SMA.
Mendaftar Jadi Capres ke KPU juga Yang diharus dilampirkan cuma Ijazah asli SMA.
Jangan" Si Mantan Presiden Sialan itu Gak Pernah sekolah. Sukses jadi Pengusaha meubel cuma modal keuletan.
. pic.twitter.com/U8jLUSIISE
[FLASHBACK] 'Ijazah Jokowi Cuma Berkas Foto Copy Dari Penyidik'
SEBUAH IKHTIAR UNTUK TEGAKNYA KEADILAN DITENGAH MASIFNYA KRIMINALISASI BERDALIH PENEGAKAN HUKUM
Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.
(Advokat, Kuasa Hukum Gus Nur)
Saat kami mempersoalkan mengapa ijazah asli Jokowi tidak dihadirkan jaksa di persidangan, Saudara jaksa tak dapat memberikan argumentasi hukum kecuali berdalih hanya mendapatkan berkas foto copy dari penyidik (polisi). Beberapa kali majelis hakim juga mengingatkan, bahwa beban pembuktian dakwaan ada pada jaksa.
Bahkan, Bang Eggi sempat mempersoalkan, mengapa kasus ini dipaksa disidangkan, sementara ijazah aslinya tidak ada? Jaksa kembali berdalih bahwa dari penyidik (polisi) berkasnya hanya copian, tidak ada asli ijazah Jokowi. Lalu mengapa berkas perkara dianggap lengkap (P-21), padahal ijazah Jokowi yang asli tidak ada? jaksa hanya terdiam.
Anehnya, menyadari buktinya tidak lengkap, tidak sempurna karena tidak ada ijazah asli Jokowi, tapi jaksa tetap menuntut Gus Nur dengan pidana 10 tahun penjara.
Padahal, tuntutan maksimum pasal 14 ayat (1) UU No. 1/1946 adalah 10 tahun penjara. Itu artinya, Gus Nur dituntut maksimum dengan dasar bukti yang minimum, bahkan copy ijazah tidak dapat membuktikan keaslian ijazah.
Dalam banyak kasus, pasal 14 ayat (1) UU No. 1/1946 belum pernah digunakan untuk menuntut maksimum pada kasus lain, kecuali dalam kasus Gus Nur.
Ratna Sarumpaet dituntut 4 tahun. Habib Rizieq dituntut 6 tahun. Syahganda Nainggolan dituntut 6 tahun. Namun, dengan pasal yang sama Gus Nur dituntut 10 tahun penjara. Ada apa?
Selama menangani banyak kasus pidana dengan berbagai varian, baik tipikor, ITE, pidana umum berbasis KUHP, pidana khusus, penulis belum pernah mendapati pengalaman jaksa mengajukan tuntutan maksimum. Biasanya, jaksa menuntut dibawah maksimum tuntutan yang diatur dalam norma.
Hanya saja setelah penulis kaji ternyata masalahnya ada pada kasus Gus Nur yang melawan penguasa. Kasus ijazah palsu Jokowi adalah kasus yang sangat sensitif, kritik yang sangat tajam, yang terkait dengan legalitas dan eksistensi jabatan seorang Presiden. Dari situlah, penulis paham mengapa jaksa tutup mata pada fakta persidangan dan tetap ngotot menuntut Gus Nur dengan pidana 10 tahun penjara.
Unsurnya tidak terpenuhi. Kalau Mubahalah Ijazah palsu dianggap kabar bohong, maka harus dibuktikan dengan menghadirkan ijazah aslinya. Karena jaksa tidak menghadirkan ijazah asli Jokowi, maka konsekuensinya tidak ada kabar bohong. Bahkan, patut diduga ijazah Jokowi benar-benar asli. Sebab, jika ada aslinya kenapa tidak dihadirkan di persidangan? Bukankah Jokowi juga berkepentingan untuk membersihkan nama baiknya?
MENGHIMPUN DUKUNGAN
Karena alasan itulah, Jum'at kemarin (14/4/2023), penulis menghimpun sejumlah tokoh, ulama & Advokat untuk memberikan dukungan dan pembelaan terhadap Gus Nur melalui penyampaian pernyataan bersama.
Beberapa yang hadir diantaranya: Ustadz Eka Jaya (Ormas Pejabat), Bang Abdullah al Katiri, Bang Juju Purwantoro, Bang Aziz Yanuar, Bang Edy Mulyadi, Bang Jalih Pitoeng, Ustadz Bukhori Muslim, Ustadz Muhammad Salman dan Ustadz Irwan Syaifulloh.
Meskipun tidak hadir secara fisik, sejumlah tokoh, Ulama dan Advokat juga berkenan ikut memberikan pernyataan bersama. Totalnya sampai Jum'at sore (14/4/2023) mencapai 63 orang. Adapula yang belum menjawab WA penulis disebabkan ada udzur.
Saat menghubungi Prof Suteki untuk meminta dukungan dengan melampirkan isi pernyataan bersamanya, tanpa menunggu lama Prof Suteki langsung mempersilahkan. Bahkan, setelah lengkap penulis kirimkan kembali, Prof Teki memberikan emot meme dengan tulisan "Mantabs!".
Bang Refly Harun juga demikian. Langsung memberikan persetujuan namanya ikut dicantumkan.
Ada juga KH Awit Mashuri yang berkenan dan menambahkan emot takbir. Doa bagi kebebasan Gus Nur beliau sampaikan kepada penulis.
Ustadz Muhammad Yusuf Martak berhalangan hadir karena beliau memasuki agenda i'tikaf. KH Slamet Ma'arif berbarengan agenda rutin. Keduanya juga berkenan namanya ikut dicantumkan sebagai tokoh yang menyatakan pernyataan bersama.
Dari Madura, penulis mencoba mengontak cucu Syaikhona Kholili Ulama Kharismatik Madura. Beliau adalah KH Thoha Kholili, yang juga bersedia namanya dicantumkan.
Artikel Terkait
Rakernas AMMDI 2025: Pendirian Universitas dan Lembaga Zakat untuk Umat
Mengapa Anak Muda Wajib Terjun ke Bisnis Ternak Sapi? Ini 5 Alasannya!
Gerindra Siap Tampung Gelombang Besar Kader Projo, Ini Kata Dasco
Budi Arie: Logo Projo Baru Tak Lagi Gunakan Wajah Jokowi, Ini Alasannya