Pak Prabowo, Sudah 8 Nyawa Meregang, Masihkah Tuntutan Masyarakat Anda Abaikan?
Oleh: M. Isa Ansori
Akademisi, Dewan Pakar LHKP PD Muhammadiyah Surabaya dan Wakil Ketua ICMI Jatim
Malam itu, di sebuah jalan protokol Jakarta yang dipenuhi asap gas air mata dan teriakan massa, Affan Kurniawan (21), seorang pengemudi ojek online, terjebak di tengah kericuhan. Ia hanya ingin pulang setelah mengantar penumpang.
Namun takdir berkata lain. Mobil barracuda polisi melaju kencang, dan tubuh Affan tergeletak tak berdaya. Nyawanya melayang seketika.
Di rumah sederhana, keluarganya menunggu dengan cemas. Ibunya menyiapkan makan malam, adiknya menunggu oleh-oleh kecil yang biasa dibawa Affan.
Namun yang pulang bukanlah Affan, melainkan kabar duka.
Seorang anak, seorang kakak, seorang tulang punggung keluarga, gugur di jalanan karena kebrutalan aparat negara yang seharusnya melindungi.
Affan hanyalah satu dari delapan korban jiwa yang tercatat hingga awal September 2025.
Mereka datang dari latar belakang berbeda: mahasiswa, pegawai, tukang becak, hingga satpol PP.
Tetapi ada satu kesamaan: mereka adalah rakyat kecil, orang-orang yang mencintai negeri ini dan berharap ia berjalan di jalan yang benar.
Kini, keluarga mereka kehilangan, bangsa ini kehilangan, dan sejarah mencatat bahwa perjuangan rakyat selalu menuntut harga yang mahal.
Sepultura: Sepuluh Tuntutan Rakyat
Gelombang demonstrasi mahasiswa, buruh, ojol, hingga masyarakat sipil terus mengalir sejak 25 Agustus 2025.
Jakarta, Surabaya, Makassar, Surakarta, Yogyakarta, dan berbagai kota lain menjadi saksi bisu betapa rakyat tidak lagi bisa menahan amarah atas kebijakan dan praktik kekuasaan yang dianggap semakin jauh dari kepentingan rakyat.
Rangkaian aksi ini melahirkan sepuluh tuntutan rakyat, yang mereka sebut Sepultura Tuntutan Demo 1 September 2025:
1. Copot Kapolri dan lakukan reformasi Polri.
2. Batalkan RUU kenaikan gaji DPR RI.
3. Tolak dan batalkan RUU KUHAP 2025.
4. Sahkan RUU Perampasan Aset Koruptor menjadi UU.
5. Adili Jokowi dan makzulkan Gibran secara adil dan transparan.
6. Batalkan kenaikan pajak dan iuran BPJS.
7. Reshuffle kabinet dan ganti pejabat bermasalah di BUMN maupun DPR RI.
8. Rampas kembali sumber daya alam dari mafia oligarki.
9. Kembali pada UUD 1945 melalui Dekrit Presiden, sebagaimana Dekrit 5 Juli 1959.
10. Lakukan rembuk nasional, rekonsiliasi nasional, serta hentikan diskriminasi politik dan ekonomi.
Apakah sepuluh tuntutan itu berlebihan? Tidak. Itu adalah inti dari apa yang seharusnya dilakukan oleh sebuah pemerintahan yang mengaku hadir untuk rakyat.
Nyawa Rakyat Bukan Tumbal Kekuasaan
Bapak Presiden, rakyat kini menunggu sikap tegas Anda.
Apakah Anda akan tercatat dalam sejarah sebagai seorang negarawan yang menepati janji untuk mensejahterakan rakyat, atau hanya sebagai presiden boneka yang membiarkan oligarki dan warisan rezim lama mengendalikan arah bangsa?
Delapan nyawa sudah meregang. Setiap tangisan ibu, setiap luka anak yang ditinggalkan, dan setiap doa yang terucap di atas liang lahat, akan menjadi saksi apakah Anda memilih berdiri di sisi rakyat atau justru di sisi para perampok negeri.
Jangan sampai rakyat melihat Anda mendua: satu kaki berpijak pada rakyat, satu kaki berpijak pada oligarki.
Rakyat tidak butuh pemimpin yang mencari aman, rakyat butuh pemimpin yang berani.
Sebagaimana Bung Karno pernah berpesan:
“Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah (Jas Merah).”
Sejarah tidak pernah melupakan. Setiap pengkhianatan terhadap rakyat akan dicatat dengan tinta hitam, sementara keberanian berpihak kepada rakyat akan dikenang dengan tinta emas.
Jangan Tunggu Korban Bertambah
Pak Prabowo, masihkah Anda akan menunggu korban berikutnya? Delapan nyawa adalah tanda peringatan.
Jangan biarkan perjuangan ini berubah menjadi bara yang membakar sendi-sendi bangsa.
Kita tahu, kekuasaan sering kali membuat pemimpin lupa. Tetapi seorang negarawan tidak akan membiarkan darah rakyat menjadi tumbal demi kursi empuk di istana.
Pemimpin sejati bukanlah ia yang menyenangkan oligarki, melainkan ia yang sanggup menanggung risiko untuk melindungi rakyatnya.
Mohammad Hatta pernah mengingatkan:
“Indonesia tidak akan besar karena obor di Jakarta, tetapi karena lilin-lilin di desa yang menyala.”
Nyawa yang gugur di Jakarta, Makassar, Surakarta, dan Yogyakarta adalah lilin-lilin itu.
Mereka adalah cahaya kecil yang menerangi jalan panjang bangsa ini. Jangan padamkan cahaya itu dengan kebisuan kekuasaan.
Tindakan Nyata yang Ditunggu
Hari ini, rakyat tidak menuntut janji manis. Mereka menuntut tindakan nyata: copot pejabat yang bermasalah, sahkan aturan yang memihak rakyat, rampas aset koruptor, hentikan diskriminasi, dan lakukan rekonsiliasi nasional.
Anda masih punya kesempatan, Pak Presiden. Kesempatan untuk mencatatkan diri sebagai pemimpin yang benar-benar menepati janji.
Kesempatan untuk membuktikan bahwa Anda tidak sedang berjalan di atas dua pijakan.
Kesempatan untuk mengembalikan marwah kepemimpinan sebagai amanah, bukan sekadar kekuasaan.
Penutup: Pesan untuk Anda
Pak Prabowo, sejarah memberi Anda panggung yang besar. Tetapi sejarah juga bisa menjatuhkan. Rakyat kini menatap, menunggu, dan menilai.
Apakah Anda akan dikenang sebagai presiden yang berani melawan oligarki dan berpihak pada rakyat, atau sebagai presiden yang membiarkan darah rakyat tumpah tanpa makna?
Jangan biarkan pertanyaan itu dijawab dengan penyesalan.
“Barangsiapa yang ingin mutiara, harus berani terjun di lautan yang dalam.” – Bung Karno
Kini waktunya Anda terjun, Pak Prabowo. Laut rakyat sedang bergelora, dan hanya keberanian berpihak pada mereka yang akan membuat kepemimpinan Anda benar-benar berarti. ***
Artikel Terkait
Riza Chalid Tuai Kualat Alam
Roy Suryo: Srimulat Kalah Lucu dari Sinetron Gibran-Ojol
Jengkel! Prabowo Ungkap Para Perusuh di Aksi Demo DPR Dibiayai Koruptor
Voxpol Center: Demi Jaga Stabilitas Politik dan Publik, Prabowo Harus Copot Orangnya Jokowi di Kabinet!