Di Balik Tuntutan Purnawirawan TNI Lengserkan Gibran

- Kamis, 01 Mei 2025 | 05:55 WIB
Di Balik Tuntutan Purnawirawan TNI Lengserkan Gibran


USULAN PURNAWIRAWAN TNI:
CEGAH GIBRAN LANJUT BERKUASA


Oleh: Erizal


Sampai juga usulan para purnawirawan TNI itu kepada Presiden Prabowo dan Ketua MPR Ahmad Muzani agar Wapres Gibran diganti lewat mekanisme di MPR karena Perubahan Undang-Undang di MK, yang memungkinkan Gibran mendampingi Prabowo dianggap tidak sah atau melanggar peraturan. 


Menariknya, tanggapan Presiden Prabowo yang diwakili Wiranto, seperti datar-datar saja. 


Menerima usulan itu, tapi Presiden juga mendengarkan usulan lain. Agak diplomatis dan tidak langsung tegas menutup mati usulan itu. 


Entah marwah atau kharisma dari lima jenderal purnawirawan yang menandatangani usulan itu yang begitu kuat, sehingga Presiden juga tak bisa serta merta menolak begitu saja? 


Kelima jenderal itu, yakni Fachrul Razi, Tyasno Soedarto, Hanafie Asnan, dan Slamet Soebijanto yang diketahui oleh Try Sutrisno.


Sebetulnya, pernyataan sikap forum purnawirawan TNI itu ada 8 poin dan usulan pergantian Wapres Gibran itu ada pada poin ke-8. Tapi menariknya poin ke-8 itu saja yang mendapat perhatian. 


Tujuh poin lainnya tak dapat perhatian yang memadai, bahkan tak terlalu dihiraukan. Tujuh poin lainnya itu hanya sebagai pengantar, intinya pada poin yang ke-8. 


Tak tanggung-tanggung, Presiden Prabowo dan Ketua MPR langsung memperhatikannya, kendati berkelit harus memperhatikan usulan yang lain. 


Mantan Kepala BIN Hendropriyono dan Sutiyoso setuju saja dengan usulan para purnawirawan TNI itu. 


Usulan itu wajar di alam demokrasi. Bahkan, Sutiyoso khawatir kalau ada apa-apa dengan Presiden. 


Aneh, tak ada yang menolak, apalagi mengecam usulan itu. Semua seperti setuju-setuju saja dan mengangguk secara diam-diam.


Baik Jokowi, apalagi Gibran, tak akan menduga situasi seperti ini akan terjadi. G


ibran mantap dan percaya diri maju mendampingi Prabowo, setelah jalan perubahan Undang-Undang terlebih dahulu dibersihkan. 


Ingat kata Gibran saat muncul di publik ketika itu, Tenang saja Pak Prabowo, saya sudah ada di sini. 


Kemunculan Gibran saja sudah begitu mengagumkan, apalagi ditambah kata-kata yang entah diperoleh dari mana itu. 


Dramatis. Anak raja menunggang kuda putih tampil menjadi kunci kemenangan sebuah pertempuran sengit. 


Gibran mau, Jokowi memberi jalan yang memang sudah dibukakan. Orang tua bisa apa? 


Hanya bisa mendoakan saja, kata Presiden Jokowi ketika itu, yang tak kalah mujarabnya seperti kata-kata Gibran. Itulah situasi puncak. Tak ada lagi yang di atas saat itu. Semua terlihat begitu mudah.


Kini bukan lagi masa-masa puncaknya Jokowi, apalagi Gibran. Meski menjabat Wapres, kursi itu begitu panas buat Gibran. 


Kadang bergerak-gerak sendiri dia. Kemari salah. Jika bergerak dianggap terlalu maju, tak bergerak dianggap tak ada gunanya. 


Usulan para purnawirawan TNI agar Gibran diganti tak bisa pula dianggap enteng, kendati dianggap tak ada jalan ke situ. 


Memang bukan pula masa-masa di bawahnya Jokowi tapi menyandang posisi sebagai mantan Presiden tentu saja tidak sama dengan dulu. 


Seandainya Jokowi tidak memberi jalan buat Gibran untuk maju, meski terjadi perubahan syarat pencapresan, ceritanya tentu akan berbeda. 


Jokowi tak akan diserang seperti sekarang seolah-olah dia masih berkuasa. 


Hanya saja pilihan Jokowi terhadap Prabowo sangat tepat. Prabowo orang yang setia. Tapi, tak bisa pula serta merta membuat jalan untuk Gibran berkuasa.


Prabowo tentu tak salah meminta Gibran saat itu. Salah besar kalau Prabowo tak meminta Gibran. Jalan ke arah itu sudah dibuka dan benar-benar sudah terbuka lebar. 


Masak Prabowo masih meminta yang lain? Berkali-kali kabarnya Prabowo meminta Gibran. Itu lebih halus lagi dari yang namanya etika, adab, sopan santun, dan yang lainnya. 


Tipis sekali. Jangankan Gibran yang dibukakan jalan, Kaesang pun dibukakan jalan (mau dijadikan Gubernur Jateng -red) persis seperti jalan yang dibukakan buat Gibran. Untung tak jadi alias batal. 


Sudah terang-benderang seperti itu, apa pula yang bisa dilakukan Prabowo, selain meminta Gibran secara jelas. 


Prabowo dengan segala pengalamannya pastilah sadar dengan apa yang terjadi saat ini. Jokowi, apalagi Gibran  belum tentu. 


Prabowo berkali-kali jatuh dari puncak dan bangkit lagi. Jokowi belum pernah dan ini kali pertama. Jokowi akan kesulitan, jika masih memaksakan Gibran.


Jokowi sendiri tak meneruskan dirinya berpasangan dengan Jusuf Kalla pada periode kedua. Terkendala aturan, memang. 


Jusuf Kalla sudah dua periode jadi Wapres. Tapi tanpa terkendala aturan pun, Jokowi juga akan melepas Jusuf Kalla. 


SBY pun pada periode kedua pasangannya berbeda. Jadi wajar kalau nanti Prabowo pun tak lagi berpasangan dengan Gibran. 


Agaknya ini yang ingin diantisipasi Jokowi. Jokowi tentu ingin betul Prabowo tetap berpasangan dengan Gibran (di 2029). 


Tak hanya se-Indonesia, sedunia pun orang tahu. Ini tak bisa lagi disembunyikan. Jokowi tetap aktif di dunia politik, bisa jadi karena keinginan ini. 


Prabowo pun pasti tahu itu. Usulan para purnawirawan TNI itu salah satunya untuk mencegah keinginan itu terwujud. 


Kecelakaan sejarah biasa terjadi, tapi jangan diulang ditempat yang sama. ***

Komentar